Senin, 30 November 2009

Yurisprudensi Tentang Putusan belum berkekuatan hukum tetap.

  1. Putusan MA – RI No. 1036.K/Sip/1971, tanggal 11 November 1975 :

Keberatan yang diajukan Penggugat untuk kasisi : bahwa oleh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri telah disahkan putusan Raad van Justitie Padang, tanggal 30 Oktober 1941 yang belum berkekuatan mutlak (belum berkekuatan hukum tetap), karena belum diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara dulu (antara si Atas dan si Kirom gelar Marahanda); kedua pihak masih berhak mengajukan kasasi atas putusan Raad van Justitie tersebut;

Tidak dapat dibenarkan, karena :

  • Bahwa seandainya dianggap bahwa kasasi terdapat putusan Raad van Justite Padang No. 60/1941 tersebut masih dapat di lakukan, pemeriksaan kasasi kemungkinan besar tidak akan ada manfaatnya, karena setelah lewat waktu 30 tahun lebih dengan sendirinya situasi hukum nya sudah tidak sesuai dengan posita/fundamentum petendi dari gugatan aslinya ;
  • bahwa judex facti tidak mengadakan pemeriksaan baru dari permulaan adalah tepat, sehingga sebenarnya gugatan hanya merupakan permohonan untuk melaksanakan putusan; yang diperiksa ialah apakah barang-barang yang disengketakan masih ada dan siapa yang bertanggung jawab terhadap barang tersebut;
  1. Putusan MA-RI No.1549..K/Sip/1974, tanggal 18 maret 1976 : Bahwa ternyata penggugat asal mendsarkan haknya atas sawah sengketa pada putusan pengadilan negeri Sigli No.286/1956 yang sekarang dalam taraf banding, yang walaupun di nyatakan putuan dapat dijalankan lebih dulu (= putusan serta merta) namun belum dilaksanakan (di eksekusi);
  2. Putusan MA-RI No.665. K/Sip/1971, tanggal 15 Desember 1971:

Dalam mempertimbangkan sesuatu perkara dengan menunjuk pada suatu putusan yang belum jelas apakah putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum atau belum, kurang tepat untuk dipakai sebagai dasar dalam mengambil putusan ;

  1. Putusan MA-RI No.345.K/Sip/1973, tanggal 12 Desember 1973:

    Bahwa perkara yang sekarang diajukan ini sebenarnya merupakan sngketa mengenai pelaksanaan (Eksekusi) N0.201/1966 yang sudah mempunyai kekuatan hukum pasti dalam mana para pihak tidak sepakat mengenai nilai uang yang harus dibayarkan;

    Meskipun adalah lebih tepat apabila Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung memberikan tafsirannya mengenai berapa yang harus dibayar sebagai pelaksanaan putusan No.201/1966 tersebut, tetapi cara yang di tempuh sekarang dengan mengajukan "gugatan baru" juga tidak bertentangan dengan hukum acara;

    Eksepsi tersebut lebih dulu dan kalau eksepsi tersebut ditolak, pokok perkaranya diperiksa terus dan diputus. Jika gugatan diterima dan diputus dengan Verstek, maka tergugat boleh mengajukan Verzet (perlawanan), Ps.129 HIR/153 RBg.

  • Perlawanan (Verzet) dapat di ajukan, ps.129 HIR/153 RBg :
  1. Jika putusan verstek tersebut diberitahukan langsung kepada tergugat, verstek diajukan 14 hari setelah diberitahukan atau :
  2. Jika tidak diberitahukan langsung kepada tergugat, verzet diajukan pada hari ke 8 sesudah tegoran atau : sesudah dipanggil secara sah (patut) tetapi tergugat tidak datang yaitu hari ke 8 sesudah eksekusi, sesuai Ps.197 HIR/206 RBg;

Jika pada waktu verzet itu tergugat tidak hadir lagi untuk kedua kali, maka tidak ada lagi putusan verstek, dan gugatan verzet tersebut tidak dapat diterima.

Terhadap putusan verstek tak dapat banding tetapi harus verzet dan terhadap putusan verzet tersebut boleh diajukan banding;

Tetapi jika atas putusan verstek itu, penggugat minta banding lebih dulu diperbolehkan dan tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan putusan verstek tersebut diputuskan terlebih dulu oleh Pengadilan Tinggi : pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.20 tahun 1947/200 RBg. Pasal 8 ayat (1) UU No.20 Th. 1947/Pasal 200 RBg tersebut kontroversial, tanpa hak-hak dan kewajiban yang sama, dan merugikan tergugat. Sebaiknya tidak masuk dalam RUU Hukum Acara Perdata nantinya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

maaf tanya pak...kapankah putusan verstek itu BHT??? mohon penjelasannya...