Senin, 30 November 2009

Yurisprudensi Penggabungan Gugatan

  1. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974 :

    HIR tidak mengatur hal penggabungan gugatan, maka terserah Hakim dalam hal mana diizinkan asal tidak bertentangan dengan prinsip cepat dan murah;

  2. Putusan MA-RI No.677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :

    Menurut Jurisprudensi, dimungkinkan "penggabungan" gugatan-gugatan jika antara gugatan-gugatan itu terdapat hubungan yang erat, tetapi adalah tidak layak dalam bentuk perkara yang satu (No. 53/1972.G) dijadikan gugatan rekonpensi terhadap perkara yang lainnya (No. 521/1971.G);

  3. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 13 Desember 1972 :

    Dua perkara yang berhubungan erat satu dengan lainnya tetapi, masing-masing tunduk pada Hukum Acara yang berbeda, tidak boleh digabungkan seperti : Perkara atas dasar Undang-Undang No. 21 tahun 1961 dengan perkara atas dasar Pasal 1365 BW;

  4. Putusan MA-RI No. 880.K/Sip/1973, tanggal 6 Mei 1975 :

    Bahwa oleh Hakim pertama ke 3 buah gugatan tersebut digabungkan menjadi satu perkara dan diputuskan dalam satu putusan tertanggal 24 Januari 1969 No. 10/ 1968/Mkl;

    Bahwa ke 3 gugatan itu ada hubungan satu dengan lainnya, sehingga meskipun menggabungkan gugatan-gugatan itu tidak diatur dalam RBg. (juga HIR) akan tetapi karena penggabungan itu akan memudahkan proses dan menghindarkan kemungkinan putusan-putusan yang saling bertentangan, maka penggabungan itu memang ditinjau dari segi acara (processuel doematig);

  5. Putusan MA-RI No. 1652.K/Sip/1975 :    

    Kumulasi dari beberapa gugatan yang berhubungan erat satu dengan lainnya tidak bertentangan dengan Hukum Acara (Perdata) yang berlaku;

  6. Putusan MA-RI No. 677.K/Sip/1972, tanggal 20 Desember 1972 :

    Suatu perkara yang tunduk pada suatu Hukum Acara yang bersifat khusus, tidak dapat digabungkan dengan perkara lain yang tunduk pada Hukum Acara yang bersifat umum, sekalipun kedua perkara itu erat hubungannya satu sama lain;

    Misalnya :    Gugatan perdata umum digabungkan dengan gugatan perdata khusus, seperti gugatan tentang PMH dan tuntutan ganti rugi digabungkan dengan perkara mengenai hak atas Merek (Merkenrecht); vide ketentuan-ketentuan tentang HAKI.

  7. Putusan MA-RI No. 201.K/Sip/1974, tanggal 28 Agustus 1976 :

    Karena sawah-sawah tersebut pemilikny berlainan, seharusnya masing-masing pemilik itu secara sendiri-sendiri menggugat masing-masing orang yang merugikan hak mereka dan kini memegang sawah-sawah itu; kumulasi gugatan-gugatan yang tidak ada hubungannya satu sama lain seperti yang dilakukan sekarang ini, tidak dapat dibenarkan;

  8. Putusan MA-RI No.123.K/Sip/1963, tanggal 13 Juli 1963 :

    Dengan digabungkannya 3 perkara menjadi satu, surat-surat kuasa yang oleh salah satu pihak diberikan kepada seorang kuasa yang ada pada ke 3 perkara tersebut seharusnya juga dipertimbangkan sebagai satu kesatuan; sehingga ketidak sempurnaan yang terdapat pada salah satu dari surat-surat kuasa itu harus-lah dianggap telah diperbaiki oleh surat Kuasa lainnya;

  9. Putusan MA-RI No.343.K/Sip/1975, tanggal 17 Pebruari 1977 :

    Karena antara Tergugat-Tergugat I s.d. IX tidak ada hubungannya dengan lainnya, tidaklah tepat mereka digugat sekaligus dalam satu Surat Gugatan; seharusnya mereka digugat satu per satu secara terpisah.

    Gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;

  10. Putusan MA-RI No.885.K/Sip/1985, tanggal 30 Juli 1987 :

    Penggabungan Perkara.

    Menurut hemat saya (Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH), putusan Mahkamah Agung sudah tepat dengan alasan-alasan sebagai berikut :

    1. Penggabungan perkara selalu terjadi atas inisiatif para/salah satu pihak;
    2. Perkara perlawanan terhadap sita tanggungan (C.B.) bukan merupakan pokok perkara, sehingga penggabungan mempunyai akibat perlawanan masuk dalam pokok perkara;
    3. Seharusnya kalau dianggap ada alasan, perkara-perkara tersebut diperiksa oleh Majelis yang sama;
  11. Putusan MA-RI No. 867.K/Pdt/1985, tanggal 4 Agustus 1987 :

    Catatan : Prof. Asikin Kusumah Atmadja, SH :

    Penggabungan Perkara

    UMUM :

    1. Mengenai "penggabungan gugatan" masih diperlukan perhatian yang lebih seksama lagi istilah yang dipakai antara lain :
  • Samenloop van Rechtsvordering (Concursus), STAR BUSMANN, hlm. 177.
  • Samenvoeging van vordering, obyectieve cumulatie, Edisi CREMERS - Wetboek Burgelijke Rechtvorderingen Wet RO, hlm. 19;

Cumulatie van vordering (hlm. 1-8a) BRv tentang azas Hukum Acara oleh beberapa Sarjana Belanda a.l. : Funke.

Di dalam RID hal penggabungan gugatan-gugatan tidak diatur,
akan tetapi penggabungan gugatan-gugatan dikembangkan berdasarkan Yurisprudensi, buku-buku yang diuraikan di atas memberikan komentar mengenai penggabungan gugatan-gugatan sebagai salah satu aspek dari Ps. 1 Buku I BRv tentang hal penggabungan gugatan-gugatan.

  1. Pengertian lain lagi ialah penggabungan perkara-perkara (bukan peng-gabungan gugatan-gugatan) mengenai sengketa yang mempunyai hubungan yang erat yang mendasar dan semula ke 2 (dua) perkara tersebut diperiksa sebagai 2 (dua) perkara yang terpisah dengan 2 (dua ) Nomor Register oleh seorang Hakim (Majelis) dapat dimintakan (jadi atas permintaan) baik oleh Tergugat/Penggugat untuk digabungkan menjadi satu perkara dengan satu Nomor Register;
  1. Putusan MA-RI No. 885.K/Pdt/1985, tanggal 30 Juli 1987 :

    Salah melaksanakan tertib Hukum Acara.

    Perkara ini merupakan gabungan dari perkara No. 250/Pdt/1983/PN Mdn, mengenai tanah seluas 110 Ha milik Penggugat yang telah dikuasai dan diperjual belikan secara melawan hukum oleh para Tergugat;

    Dengan perkara-perkara perlawanan (verzet) masing-masing No.34/VZ/Pdt/ 1983/PN Mdn, No.33/VZ/Pdt/1933/PN Mdn, No.27/VZ/Pdt, No.28/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn, No. 29/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn, dan No. 30/VZ/Pdt/1983/ PN Mdn. Penggabungan dilakukan ditingkat banding tanpa permohonan para pihak;

    Dari penggabungan ini kedudukan para Pelawan menjadi Tergugat bertentangan dengan kehendak para Pelawan dan akan menempatkan kedudukan para Pelawan di dalam hukum pembuktian berlawanan dengan kedudukannya semula sebagai Pelawan, dan hal itu dapat mempersulit para Tergugat baru itu dalam menghadapi gugatan;

Tidak ada komentar: