Sabtu, 05 Desember 2009

SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA DALAM PENGARUH SISTEM HUKUM YANG ADA DI DUNIA

  1. PENDAHULUAN

Keberadaan hukum sebagaimana keberadaan masyarakat. Ada masyarakat maka ada hukum (ubi ius ui societes). Begitu juga dengan yang ada di indonesia. Pada dasarnya hukum Indonesia sudah ada sejak adanya masyarakat yang mendiami kepuluan nusantara ini. Setelah negara Indonesia merdeka dan berdiri sendiri, mulai terpikirkan perlunya suatu hukum nasional yang akan mengatur perjalanan bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara kita telah memberikan arahan yang mendasar bagaimana seharusnya hukum dalam pola pikir wawasan nusantara yang mengatakan bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

Penegakan hukum yang sekarang banyak mengalami hambatan bahkan masih setengah atau tebang pilih, sehingga menimbulkan suatu pertanyaan dibagian manakan yang terjadi kesalahan. Apakah hukumnya, apakah aparat penegak hukumnya atau memang masyarakatnya sendiri. Dalam mempertanyakan hukum ada 2 (dua) hal yang perlu dicermati yaitiu bagaimana proses pembuatannya dan bagaimana sistem hukum itu sendiri.

Berikut ini penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana sebenarnya sistem hukum yang ada di indonesia dalam kaitanya dengan sistem hukum yang ada di dunia. Karena sistem hukum yang ada baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sistem Indonesia.

  1. PENGERTIAN SISTEM HUKUM

Dalam suatu sistem terdapat ciri-ciri tertentu yaitu terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegras. Peraturan-peraturan hukum itu tidak berdiri sendiri tetapi mempunyai hubungan satu sama lain, sebagai konsekuensi adanya keterkaitan antara aspek-aspek kehidupan dalam amsyarakat. Malahan keseluruhan peraturan hukum dalam setiap masyarakat merupakan suatu sistem hukum.

Bellefoid menyebut, bahwa sistem hukum sebagai suatu rangkaian kesatuan peraturan-peraturan hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya. Oleh Subekti sistem hukum diartikan sebagai susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian–bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dan suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan. Sudikno Mertukusumo menyatakan, sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur–unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja untuk mencapai tujuan tersebut.

Dapatlah disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan "sistem hukum" adalah suatu kesatuan peraturan–peraturan hukum, yang terdiri atas bagian–bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, tersusun sedemikian rupa menurut asas–asasnya, yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan.

Masing–masing bagian peraturan hukum tersebut, harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian–bagian lain dengan keseluruhannya, seperti gambar mozaik. Suatu gambar yang dipotong–potong menjadi bagian yang kecil, untuk kemudian dihubungkan lagi sehingga nampak utuh kembali gambar semula. Masing–masing bagian tidak sendiri lepas hubungannya dengan orang lain, tetapi tidak mempunyai arti di luar kesatuannya.

Scholten mengatakan bahwa sistem hukum merupakan kesatuan di dalam sistem hukum tidak ada peraturan hukum yang bertentangan dengan peraturan–peraturan lain dari sistem itu.

Seluruh peraturan–peraturan hukum dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai satu sistem hukum, seperti sistem hukum Indonesia. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat berbagai macam bidang hukum yang masing–masing mempunyai sistem sendiri-sendiri, sehingga ada sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tata negara dan sebagainya. Kemudian dalam sistem hukum perdata (Barat) misalnya, terdapat lagi sistem hukum orang, sistem hukum benda, sistem hukum perikatan dan sistem hukum pembuktian.

Dengan demikian dalam suatu negara terdapat tingkatan–tingkatan sistem hukum. Keseluruhan peraturan hukum positif di Indonesia adalah merupakan sistem hukum. Hukum perdata , hukun pidana dan hukum tata negara adalah sistem–sistem hukum. Tetapi juga sekaligus sebagai sub–sub sistem nasional.

Sistem hukum merupakan sistem abstrak (konseptual) karena terdiri dari unsur – unsur yang tidak konkret, yang tidak menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat. Unsur – unsur dalam sistem hukum mempunyai hubungan khusus dengan unsur – unsur lingkungannya : Selain itu juga dikatakan, bahwa sistem hukum merupakan sistem yang terbuka, karena peraturan–peraturan hukum dengan istilah–stilahnya yang bersifat umum, terbuka untuk penafsiran yang berbeda dan untuk penafsiran yang luas.

Namun hukum barulah dapat dikatakan sebagai sistem menurut Fuller jika memenuhi 8 (Delapan) asas yang dinamaknnya "principle of legality", yaitu :

  1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan tidak boleh mengandung sekadar keputusan ad hoc.
  2. Peraturan–peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
  3. Peraturan–peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut.
  4. Peraturan–peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti.
  5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan–peraturan yang bertentangan satu sama lain.
  6. Peraturan–peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.
  7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah–ubah peraturan sehingga menyebabkan orang kehilangan orientasi.
  8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari–hari.

Selain itu menurut Kees Schuit, bahwa sistem hukum terdiri atas tiga unsur yang memiliki kemandirin tertentu [identitas dengan batas–batas yang relatif jelas] yang saling berkaitan, dan masing–masing dapat dijabarkan lebih lanjut. Unsur–unsur yang mewujudkan sistem hukum itu adalah :

  1. Insur idiil. Unsur ini terbentuk oleh sistem makna dari hukum, yang terdiri atas aturan–aturan, kaidah–kaidah, dan asas-asas. Unsur inilah yang oleh para yuridis disebut "sistem hukum". Bagi para sosiolog hukum, masih ada unsur lainnya ;
  2. Unsur operasional. Unsur ini terdiri atas keselurhan organisasi–organiasasi dan lembaga–lembaga, yang didirikan dalam suatu sistem hukum. Yang termasuk ke dalamnya adalah juga para pengemban jabatan [ambtsdrager], yang berfungsi dalam kerangka suatu organisasi atau lembaga ;
  3. Unsur aktual. Unsur ini adalah keseluruhan putusan–putusan dan perbuatan–perbuatan konkret yang berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik dari para pengemban jabatan maupun dari para warga masyarakat, yang di dalamnya terdapat sistem hukum itu.

Adapun secara umum suatu sistem hukum memiliki ciri – ciri umum yaitu (1) aspek irasional, yaitu suatu sistem hukum timbul sebagai produk kesadaran hukum ; dan (2) aspek rasional, yaitu sistem hukum terjadi dengan membentuk suatu keseluruhan yang saling berkaitan.

Suatu sistem hukum sifatnya konsisten. Peraturan–peraturan hukum dikehendaki tidak ada yang bertentangan satu sama lain. Jika terjadi juga pertentangan karena hal ini tidak mustahil terjadi karena adanya berbagai kepentingan dalam masyarakat, maka akan berlaku secara konsisten asas – asas hukum seperti "lex specialis derogat legi generali", "lex posteriori derogat legi priori","lex superior derogat legi inferior".

Pemikiran negara hukum di negara barat dimulai sejak Plato dengan konsepnya "bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada peraturan (hukum) yang baik yang disebutnya dengan istilah nomoi. Kemudian ide tentang negara hukum populer pada abad ke-17 sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang didominasi oleh absolutisme.

Konsep negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam dua sistem hukum yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechtsstaat dan sistem Anglo-Saxon dengan istilah Rule of law.

Sistem hukum Eropa kontinental yang biasa disebut dengan "civil Law" berkembang di negara–negara Eropa daratan (Barat), pertama kali Perancis, kemudian diikuti oleh negara–negara barat lainnya seperti Belanda, Jerman, Belgia, Swiss, dan Italia selanjutnya berkembang ke Amerika Latin dan Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Hindia Belanda dulu). Sedangkan sistem Anglo-Saxon dengan istilah Rule of Law berkembang dinegara–negara Anglo-Saxon, seperti USA dan negara–negara bagiannya.


 

  1. MACAM-MACAM SISTEM HUKUM

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental

Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa kontinental adalah, bahwa memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan. Sistem hukum Eropa Kontinental Rechtsstaat dipelopori oleh Immanuel Kant dan Frederich Julius. Menurut Stahl konsep hukum ini ditandai oleh empat unsur pokok ; 1) Pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asas manusia, 2) Negara didasarkan pada teori trias politika ; 3) Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang–undang (wetmatig bertuur) dan; 4) Ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).

Prinsip utama dari sistem hukum ini adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan–peraturan yang berbentuk undang–undang dan tersusun secara sistematis di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Hal ini semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Hakim menurut sistem Eropa kontinental ini tidak leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat masyarakat. Putusan hakim dalam suatu perkara hanyalah mengikat yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).

Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang berorientasi pada unsur kedaulatan (sovereignty), termasuk untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem Eropa Kontinental meliputi : (1) undang-undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif ; (2) peraturan-peratusan yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang; dan (3) kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Berdasarkans sumber-sumber hukum yang digunakan, maka sistem hukunm Eropa Kontinental dibagi dalam dua golongan yaitu penggolongan ke dalam bidang hukum publik dan penggolongan ke dalam biang hukum privat. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat ni negara. Sedangkan hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Termasuk dalam hukum publik aalah hukum tatanegara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan lain-lain. Dan termasuk hukum privat meliputi hukum sipil dan hukum dagang.

Namun demikian sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat semakin sulit ditemukan, karena '

  1. Terjadinya proses sosialiasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat, walaupun pada dasarnya memperlihatkan adanya unsure "kepentingan umum" yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya, bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
  2. Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya, bidang perdaganga, bidang perjanjian dan sebagainya.

Kodifikasi hukum menurut Sistem Hukum Eropa Kontinental merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mewujudkan kepastian hukum. Karena negara-negara yang menganut sistem hukum ini akan selalu berusaha menciptakn kodifikasi-kodifiksi hukum sebagai kebutuhan masyarakat.

Kodifikasi Hukum Eropa Kontinental bersumber pada kodifikasi Hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi yaitu "Corpus Juries Civilize" pada pertengahan abad VI masehi dari Kaisar Justhinianus yang setelah revolusi Perancis [1789-1795] dijadikan sebagai "Code Civil" yang mulai berlaku pada 21 Maret 1804. Oleh Belanda Code Civil Perancis dijadikan sebagai KUHPer. [1838], begitupun dengan Code de Commerce Perancis [1807] dijadikan sebagai KUHD Belanda [1811-1838]. Berdasarkan asas konkordansi keduanya dijadikan sebagai BW dan WvK bagi negara-negara jajahan Belanda, termasuk di Indonesia [1848]. Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 BW (KUHPer) dan WvK (KUHD) masih berlaku di Indonesia hingga sekarang.

2. Sistem Hukum Anglo Saxon

Sistem ini dikenal pula dengan istilah "Anglo Amerika", mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang disebut sebagai sistem "Common Law" dan "Un Written Law". Sistem "Anglo Amerika" melandasi hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia serta USA.

Konsep negara hukum Anglo-Saxon Rule of Law dipelopori oleh A.V Dicey (Inggris). Menurut A.V Dicey, konsep Rule of Law ini menekankan pada tiga tolok ukur ; 1) supremasi hukum (supremacy of law), 2) persamaan dihadapan hukum (equality before the law) ; 3) konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution based on individual rights).

Sumber hukumnya Sistem Hukum Anglo Saxon antara lain :

  1. Putusan-putusan pengadilan atau hakim (judicial decision), yaitu hakim tidak hanya berfungsi sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum, tetapi juga membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru (yurisprudensi).
  2. Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis Undang-undang dan peraturan administrasi negara.

Dengan demikian sistem hukum Anglo Saxon lebih mengutamakan pada common Law, yaitu kebiasaan dan hukum adat dari masyarakat, sedangkan undang-undang hanya mengatur pokok-pokoknya saja dari kehidupan masyarakat, dengan adanya common law, kedudukan kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju.

Sumber-sumber dalam sistem Anglo Saxon [putusan hakim kebiasaan dan peraturan admininstrasi] tidak tersusun secara sistematik dalam hierarki tertentu seperti di dalam sistem Eropa Kontinental. Selain itu peranan hakim dalam sistem Anglo Saxon berbeda dengan peranan hakim pada sistem Eropa kontinental. Pada sistem Anglo Saxon, hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.

Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakann prinsip "pembuat hukum sendiri" dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya [case law atau judge made law]. Pada hakekatnya hakim berfungsi sebagai legislatif sehingga hukum lebih banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum.

Lebih jauh dari itu dengan dianutnya ajaran"the doctrine of precedent atau stare decists" pada common law, maka dalam memutuskan suatu perkaram seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara yang sejenis sebelumnya [preceden]. Tetapi dalam hal belum ada putusan hakim lain yang serupa, atau putusan pengadilan yang sudah ada tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat [common sense] dengan pertimbangan yang rasa penuh tanggungjawab.

Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Saxon Amerika mengenal juga pembagian"Hukum Publik dan Hukum Privat". Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi hukum privat pengertiannya agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa Kontinental lebih menekankan hukum privat sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu. Tetapi pada sistem hukum Anglo Saxon, hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik [law of property], hukum tentang orang [law of person], hukum perjanjian[law of contract]m dan hukum tentang perbuatan melawan hukum [law of torts] yang tersebar di dalam peraturan tertulis putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.

3. Sistem Hukum Adat

Sistem hukum adat terdapat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Cina, India, Pakistan, Jepang dan sebagainya. Istilah hukum adat berasal dari Belanda yaitu "adatrecht" yang pertama kali dikemukakan Snock Hurgronje, yang kemudian dipopulerkan sebagai istilah teknis yuridis oleh van Vollenhoven.

Menurut C. Van Vollenhoven (1928), hukum adat adalah bahwa Hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum adat dan adat yang tidak dapat dipisahkan serta hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat hukumnya. Sementara menurut pendapat Soekanto yang mengatakan bahwa hukum adat hakekatnya merupakan komplesitas adat-adat yang tidak kitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan mempunyai sangsi (dari hukum) dan mempunyai akibat hukum.

Hukum adat (Adatrecht) adalah "dat samenstel van voor inlanders en vreemde oosterlingen geldende gedragregels, die eenerzijds sanctie hebben (daarom "adat"). Adatrecht itu ialah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi himpunan bumiputera dan orang timur asing yang mempunyai upaya pemaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem hukum adat adalah sistem hukum yang tidak tertulis, yang tumbuh dan berkembang serta terpelihara karena sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Sebagaimana dengan sifat hukum. Maka walaupun tidak tertulis, tetap ditaati dan akan mendapatkan sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya.

Karena hukum adat sifatnya tidak tertulis, maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Adapun yang berperan dalam melaksanakan sistem hukum adalah pemuka adat (datuk) sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat, untuk memelihara ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Sistem hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dan hukum adat itu mempunyai tipe tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyang, artinya untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu.

Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat, maka daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia sistem hukum adat terbagi atas empat kelompok, yaitu :

  1. Hukum Adat mengenai Tata Negara [tata susunan rakyat mengatur yang tentang susunan dari dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtsgemenschappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan dan penjabatnya;
  2. Hukum adat tentang delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.
  3. Hukum Adat tentang warga/hukum warga [perdata], terdiri dari :
    1. Hukum pertalian sanak [perkawinan, waris]
    2. Hukum tanah [hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah ; dan
    3. Hukum perhutangan [hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan jasa]
  4. Hukum Adat Acara, memuat peraturan-peraturan tata cara penyelenggaraan persidangan adat

Hukum adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat Indonesia. Tetapi karena masyarakat itu sendiri selalu berubah dengan tipe yang mudah berubah dan elastis, maka sejak penjajahan Belanda peraturan hukum adat banyak mengalami perubahan sebagai akibat politik hukum yang ditanamkan oleh pemerintah Belanda, keadaan berlangsung sampai Indonesia merdeka. Misalnya, perubahan secara formal terhadap penghapusan hukumadat mengenai delik [hukum pidana] dan diberlakukan peraturan-peraturan hukum pidana tertulis yang dikodifikasikan di samping perundangan tertulis lainnya bagi seluruh masyarakat Indonesia.

4. Sistem Hukum Islam

Sistem hukum Islam semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian mengikuti laju penyebaran agama Islam, sistem hukum Islam pun berkembang ke negara-negara lain di Asia [termasuk Indonesia], Afrika, Eropa dan Amerika baik secara individual atau kelompok. Sedangkan untuk beberapa negara di Afrika [Mesir dan lainnya] dan Asia [negara-negara Arab umumnya, Malaysia dan lainnya] perkembangannya sesuai dengan pembentukan negara itu yang berasaskan ajaran Islam.

Hukum Islam, menurut Ismail Muhammad syah, dkk., hakekatnya adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Rasul tentang tingkah laku manusia mulallaf diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.

Dari pengertian tersebut terkandung dua unsur yang terdapat dalam hukum Islam, yaitu :

  1. Berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul, yaitu seperangkat peraturan tersebut digali (bersumber) dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan Sunnah Rasul atau yang biasa disebut dengan syari'at (syara' dan fiqh)
  2. Tentang tingkah laku mukallaf, yaitu bahwa hukum Islam tersebut mengatur tindakan lahir dari manusia yang telah dikenai hukum (umat Islam)

Sistem Hukum Islam bersumber kepada :

  1. Al Qur'an yaitu kitab Suci kaum muslimin yang turunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW melalui malaikat Jibril ;
  2. Sunnah Nabi, yaitu cara hidup (tingkah laku) dari Nabi Muhammad SWA atau cerita-cerita (hadits) mengenai Rasulullah SAW ;
  3. Ijma' yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara bekerja (berorganisasi) ;
  4. Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.

Selain sistem hukum di atas menurut Eric L Ricahard ada sistem hukum yang lain, yaitu : Socialist Law, Sub-Saharan Africa Law dan Far East Law. Socialist Law adalah suatu sistem hukum yang dipratikan di negara-negara sosialis. Sub-Saharan Africa Law adalah suatu sistem hukum yang dipratikan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan gunung sahara. Far East Law yaitu sistem hukum timur jauh, adalah sistem hukum yang kompleks berupa perpaduan antara civil law, common law dan islamic law sebagai fundamental masyarakat.

  1. SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA

Pada dasarnya Sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh 3 (tiga) pilar sistem hukum di dunia yaitu Sistem hukum Barat (Eropa Kontinental), sistem hukum adat dan sistem hukum adat.

Sistem hukum barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang mempunyai sifat individualistik, perjalanan hukum indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia sendiri yang mengalami penjajahan dari bangsa belanda hingga 350 tahun.selain itu juga pernah dijajah oleh bangsa-bangsa eropa lainnya seperti Inggris, Portugis meskipun dengan waktu relatif pendek dan juga dijajah oleh Jepang.

Dengan adanya penjajahan tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem hukum indonesia, karena para penjajah menggunakan sistem hukumnya sendiri-sendiri untuk diterapkan di negara jajahannya. Dari bebarapa negara penjajah, bangsa Belanda yang paling mempengaruhi sistem hukum yang ada di Indonesia. Sehingga wajar apabila begitu banyak yang diadopsi kedalam peraturan bangsa Indonesia.

Dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgerlijk Wetbook (BW) peninggalan penjajah belanda, sekarang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sebelunmnya BW berlaku indonesia karena prinsip Concordantie, yaitu suatu prinsip penyesuaian didaerah hukum Indonesia. Asas atau Prinsip Concordantie terncantum dalam pasal 131 IS yang menyatakan bahwa bagi setiap orang Eropa yang ada di Hindia Belanda/Indonesia, diberlakukan hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda, sedangkan pada saat itu Hukum yang berlaku di negeri belanda adalah BW. Dalam pasal 131 IS disebutkan bagi golongan eropa, hal ini terjadi karena pada saat itu di Indonesia terjadi penggolongan penduduk oleh penjajah Belanda menjadi 3 golongan, yaitu Golongan Eropa. Timur Asing dan Bumi Putra.

Pada masa pendudukan Jepang, BW tetap dipakai atau dengan kata lain BW masih diakui oleh pemerintah pendudukan jepang. Hal ini mengingat jepang hanya berkuasa di Indonesia selama tiga setengah tahun,mak untuk mengisi kekosongan hukum maka dikeluarkanlah Undnag-undang No 1 tahun 1942 dimana dalam pasal 3 nya dijelaskan mengenai ketentuan masih dipakainya peraturan yang ada asalkan tidak berte ntangan dengan aturan pemerintah bala tentara Jepang.

Dalam bidang hukum pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang kita kenal dengan KUHP awalnya merupakan peninggalan dari Belanda juga Di Belanda . kitan tersebut dikenal dengan istilah Wetboek van Strafrecht voor Eropeanen (WVS) (stb 1866/55). Pada awalnya WVS diberlakukan pada golongan eropa sejak tanggal 1 januari 1867. WVS juga berlaku untuk orang-orang bukan eropa (Timur Asing dan Pribumi) dengan diberlakuknya Wetboek van Strafrecht voor Inlander (stb 1872/85) yang mulai
pad tanggal 01 Januari 1973.

Wetboek van Strafrecht voor Inlander prinsipnya berlaku asas konkordansi dengan Wetboek van Strafrecht voor Eropeanen dimana perbedaanya hanya dalam hal ancaman pidananya. Untuk golongan eropa ancaman pidananya lebih ringan dibandingkan untuk golongan non eropa (pribumi dan Timur Asing) Baru pada tahun 1918WVS diberlakuakn kepada seluruh orang Hindia Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, penggolongan penduduk tersebut tidak berlaku, yang ada hanya warga negara Indonesia dan warga negara asing. Saat awal kemerdekaan agar tidak terjadi kekosongan hukum yang berlaku di Indonesia maka diharapkan aturan yang pada saat itu masih berlaku diharapkan berlaku juga untuk bangsa Indonesia. dalamAturan Peralihan Undang_undang adasar 1945 disebutkan bawha seluruy peraturan yang ada hingga saat Indonesia merdeka masih tetap berlaku selama belum diadakan menurut Undang-Undang dasar ini. Pada saat itu BW dan WVS sebagai aturan yang masih ada dengan aturan peralihan UUD 1945 maka berlaku juga di Indonesia.

Sebagai penunjangnya dikeluarkan peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1945 pada tanggal 10 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa segala badan Negara dan peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, sebelum diadakan yang baru mneurut undang-undang dasar masih tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan UUD tersebut. Ironis sekali setelah Indonesia merdeka selama 61 tahun aturan tersebut belum diganti baik itu KUH Pidana maupun KUH Perdata masih berlaku. Mau tidak mau suka tidak suka aturan yang dibawa oleh pemerintah Belanda saAt penjajahan sangat mempengaruhi sisTem hukum Indonesia.

Prinsip utama dari sistem hukum eropa adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan–peraturan yang berbentuk undang–undang dan tersusun secara sistematis di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Konsep sistem ini dipakai oleh Indonesia, yaitu yang mengatur tata cara dan bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara denahn dirumuskan dalam Undang-Undang secara tertulis. Lembaga pembentuk Undang-undangpun ada yaitu DPR bersama dengan pemerintah. Sebagai contoh penhaturan mengenai perdagangan, disusunlah dalam bentuk aturan mengenai UU Monopoli dan Persaingan Usaha, selain itu dibentuk pula Undang-undang tentang perlindungan konsumen. Jadi setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dituangkan dalam suatu susunan perundang-undangan.

Keberadaan Hukum adat di Indonesia juga tidak lepas dari campur tangan Penjajah Belanda, meskipun dibeberapa daerah hukumadat tealh diberlakukan sebelum datangnya penjajah Belanda, seperti di daerah Aceh yang sudah mengenal hukuman mati bagi seorang istri Pezinah, hukman potong tangan bagi seorang pencuri. Antara hukum Adat dan hukum Islam mempunyai kaitan sangat erat. Menurut Snouck Hourgounje yang terkenal dengan teori reseptie bahwa hukum islam akan ditegakkan apabila hukum islam tersebut telah diterima oleh hukum adat.

Bagaimana pengaruh hukum islam dan hukum adat berpengaruh terhadap sistem hukum Indonesia. Kita lihat pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menganut aturan yang ada dalam hukum adat. Sebagai contoh masih diakuinya adanya Hak Ulayat dan hak-hak atas tanah yang lain yang bersumber pada hukum adapt. Bahkan telah keluar mengenai undang-undang bagi hasil tanah pertanian, yaitu yang menentukan bahwa untuk penggarap berhak 2/3 atas hasil panen sedangkan 1/3 untuk pemilik lahan. Aturan tersebut dirasa kurang adil, masyarakat menilai adil apabila pembagian hasil tanah garapan dibagi secara seimbang yaitu ½ untuk penggarap tanah pertanian dan ½ untuk pemilik lahan pertanian. Dan samapi sekarang dalam masyarakat yang diapaki adalah konsep dari hukum adat.

Undang-Undang di Indonesia juga sangat kental dipengaruhi oleh hukum islam. Bukti yang sangat nyata adalah mengenai pengaturan mengenai Undang-Undang Perkawinan. dalam Undang-Undang tersebut diakui perkawinan secara sah apabila dilakukan sesuai dengan agama dari kedua mempelai. Selain itu juga mengenai sistem pewarisan. Hukum Indonesia juga mengenal adanya 3 sistem pewarisan yaitu adanya sistem hukum waris barat, islam dan adat. Ketiga-tiganya adalah sah menurut hukum, terserah kepada masyarakat mau menggunakan yang mana.

Pada akhir ini konsep hukum islam secara nyata mempengaruhi hukum Indonesia yaitu dalam konsep ekonomi syariah. Dari konsep syariah maka muncul bank syariah, asuransi syariah, danareksa syariah, lembaga pembiayaan syariah dan lain-lain. Dan tentunya dengan munculnya lembaga baru tersebut perlu suatu pengaturan yang tidak mungkin bahwa pengaturan tersebut bersumber dari konsep syariah, yakni hukum islam.

Menurut penulis selain tiga sistem hukum tersebut diatas ada sistem hukum Commow law/angloxason berpengaruh terhadap sistem hukum Indonesia. Dalam sistem hukum common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip "pembuat hukum sendiri" dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya [case law atau judge made law]. Pada hakekatnya hakim berfungsi sebagai legislatif sehingga hukum lebih banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum. Dan hakim wajib mengikuti putusan hakim yang sebelumnya inilah cikal bakal lahirnya yurisprudensi.

Yurisprudensi dalam prektek peradilan dikonsepsikan sebagai suatu keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pasal 22 AB yang menjadi dasar keputusan hakim dilain kemudian hari untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan. Kasasi tidak membedakan antara putusan Hakim Agung, Hakim tingkat Banding atau Hakim tingkat Pertama, yang penting putusan Hakim tersebut adalah putusan yang mempunyai nilai pertimbangan hukum tersendiri yang belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang atau penerapan hukum yang menyimpangi ketentuan hukum positif yang ada dengan pertimbangan sosiologis, filosofis dan psikologis yang membuat decak kagum hakim lain yang kemudian tertarik untuk mengikutinya dalam memutus perkara yang sama secara berulang-ulang dalam waktu yang lama.

Berbeda dengan Soebekti, yang menyatakan bahwa yuriprudensi adalah " putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan Kasasi, atau Putusan Mahkamah Agung sendiri sudah tetap (constant). Disamping itu putusan hakim baru dapat dikatakan sebagai yurisprudensi apabila kasus yang diputus oleh hakim tersebut belim diatur undang-undang. Kalau Yurisprudensi dikonsepsikan seperti maka unsur-unsur terbentuknya hukum yurisprudensi harus memenuhi unsur:

  1. Putusan Hakim adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
  2. Putusan Hakim yang sudah memilki kekuatan hukum tetap tersebut, harus dibenarkan oleh Mahkamah Agung;
  3. Kasus hukum yang diputus oleh Hakim tersebut belum diatur dalam undang-undang;

Sistem Hukum Indonesia menurut Penulis tidak menganut sistem eropa kontinental secara ketat, dan juga tidak menganut sistem cammon law secara ketat. kedua sistem itu diberi tempat dan kesempatan yang sama dalam mengelola hukum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kecendrungannya masyarakat akademisidan praktisi hukum di Indonesia dalam menganalisa proses penemuan hukum yurisprudensi, cendrung ke arah penggabungan (kumulasi) kedua sistem tersebut dengan skala prioritas mendahulukan hukum dalam pengertian peraturan perundang-undangan, baru kemudian hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai penyalarasnya sehingga terjadi link atau jalinan kerja sama yang saling mengisi dan memperkuat.

Sangat mungkin terjadi dalam suatu kasus tertentu, akan dijumpai pertentangan yang tajam antara hukum dalam pengertian perundang-undangan dengan hukum yurisprudensi yang sudah tetap. Jika didekati menggunakan kedua sistem tersebut, jawabannya jelas akan mempertahankan kebenarannya masing-masing. Sistem eropa kontinetal pasti akan mengatakan hukum perundang-undangan yang harus dimenangkan, sebaliknya cammon law sistem akan dengan lantang menyatakan hukum yang hidup dalam masyarakat yang harus dimenangkan.

Meminjam pendapat Moh.Mahfud MD, yang menyatakan bahwa "Undang-Undang merupakan produk politik yang memandang hukum sebagai formalasi atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan", sehingga dapat dimungkinkan ada beberapa nilai hukum yang hidup dalam rasa keadilan masyarakat yang terabaikan, sehingga tidak masuk dalam formulasi rumusan Undang-undang. Atas dasar ini, jika terjadi sangketa antar undang-undang yang berhadapan dengan nilai hukum yang hidup dan rasa keadilan masyarakat (hukum yurisprudensi) maka hukum yurisprudensi harus didahulukan peneranpanya daripada undang-undang.dengan kata lain, dalam hukun kasus, hukum yurisprudensi harus dijadikan sebagai panglimanya.

  1. PENUTUP

Sistem Hukum Indonesia yang mengambil hukum-hukum pada penjajahan dengan asas konkordantie, ternyata tidak seluruhnya menggunakan sistem hukum penjajah secara murni yaitu sistem hukum kontinental. Penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki adat istiadat sendiri-sendiri. Tiap suku mempunyai hukum adat juga, dan hukum adat ini juga mempengaruhi sistem hukum yang ada di indonesia. Yang terakhir adalah sistem hukum islam yang juga menjadi dasar berlakunya hukum di Indonesia.

Selain ketiga sistem diatas ternyata sistem hukum Indonesia mulai di pengaruhi oleh sistem Common Law. Ini terbukti yurisprudensi yang sering dikenal dalam ranah sistem common law ternyata sekarang juga mulai dianut oleh sistem Indonesia, padahal selama ini Indonesia menggunakan sistem Kontinental. Dan yang terakhir adalah model Dissenting Opinion (perbedaan pendapat dalam putusan hakim) yang sebelumnya hanya dikenal dalam sistem common law ternyata konsep Dissenting Opinion sudah dianut dalam sistem hukum indonesia, bahkan telah dijadikan suatu aturan yaitu mengenai peraturan perundang-undangan tentang mahkamah agung.

Suatu negara ternyata tidak akan secara mutlak menggunakan satu sistem hukum saja, akan tetapi ada pengaruh sistem hukum yang lain yang digunakan untuk mengatur kehidupan berbangsanya. Karena tujuan pengambil alihan konsep dari sistem hukum yang lain adalah untuk suatu kemanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

E.Y Kanter dan S..R Sianturi, Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002

H.M. Fauzan, Hakim Sebagai pembentuk "Hukum Yurisprudensi" di Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi Maret 2006,

Kansil, C.S.T. Pengantar Tata Hukum Dan Ilmu Hukum Di Indonesia, Jakarta :Balai Pustaka, 1986,

Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pembelajaran Tata Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 1997, ,

Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1998,

Muchsin, Ikthisar Hukum Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IBLAM, 2005,

-----------, Ikhtisar limu Hukum, Jakarta : Badan Penerbit IBLAM, 2005,

Riduan Syahrani, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999,

Soebekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Bandung : Alumni, 1974

Subekti dalam Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1986,

Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta : Liberty,

Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka,2006

. .

  1. Bellefoid dalam Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka,2006, Hal 88.
  2. Subekti dalam Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Alumni, 1986, hal 65
  3. Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta : Liberty, hal 100
  4. Fuller
    dalam Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka,2006, Hal 90
  5. Kees Schuit, dalam Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka,2006, Hal 91
  6. Titik Triwulan Tutik, Pengantar ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka,2006, Hal 93
  7. Titik Triwulan Tutik, Op Cit hal 69
  8. Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pembelajaran Tata Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 1997, hal 79
  9. Riduan Syahrani, Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hal 176
  10. Eric L Ricahard dalam Muchsin, Ikhtisar Hukum Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IBLAM, 2005, hal 25
  11. Ibid
  12. Muchsin, Ikthisar Hukum indonesia, Ikhtisar Hukum Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IBLAM, 2005, hal 25
  13. E.Y Kanter dan S..R Sianturi, Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002 hal 44
  14. Muchsin, Op Cit hal 30
  15. Kansil, C.S.T. Pengantar Tata Hukum Dan Ilmu Hukum Di Indonesia, Jakarta :Balai Pustaka, 1986, hal 49
  16. H.M. Fauzan, Hakim Sebagai pembentuk "Hukum Yurisprudensi" di Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi Maret 2006, hal 38
  17. Soebekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Bandung : Alumni, 1974 Hal 117,
  18. ibid.
  19. Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1998, hal 7


     


     


     


     

Tidak ada komentar: