Selasa, 08 Desember 2009

PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA

Dibandingkan Pelaksanaanya Hukuman Mati Di Jepang


 


 

PENDAHULUAN

    Hukuman mati merupakan suatu hal yang kontroversial, karena masyarakat dunia menuntut adanya penegakan hak-hak asasi manusia, diantaranya hak untuk hidup, secara murni dan konsekuen. Tetapi kenyataannya, masyarakat bisa dengan tenangnya melihat seorang terpidana ditembak mati. Misalnya seperti yang dialami oleh Astini, terpidana mati kasus mutilasi yang ditembak mati oleh regu tembak Brimob Polda Jawa Timur sementara ia sangat berharap dapat tetap hidup untuk berubah dan memperbaiki kehidupannya.

Sebagian kalangan berpendapat, hukuman mati tidak boleh dijatuhkan karena bertentangan dengan hak asasi seorang manusia. Sedangkan sebagian lagi beranggapan, hukuman mati sah-sah saja dilakukan dan merupakan hukuman yang setimpal sebagai akibat dari suatu pebuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dan merugikan masyarakat, serta tindakan dan akibat dari tindakan pelakunya lebih bertentangan dengan HAM dibandingkan dengan hukuman mati itu sendiri.     

Sebagaimana yang diungkapkan mantan menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Ia mengklaim bahwa hukuman mati merupakan bagian yang sah dari sistem hukum nasional. Ia melandasi argumennya pada analisa biaya-keuntungan. Biaya yang ditanggung abolisi hukuman mati tidak setimpal dengan keuntungan yang diperoleh. Mantan menteri kehakiman lainnya, Muladi, berkeyakinan sama. Baginya, korban yang ditimbulkan pelaku justru merupakan pelanggaran HAM yang lebih besar ).     

Sementara Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Togar Sianipar juga menyatakan persetujuannya terhadap hukuman mati. Menurutnya, semua etnis di dunia ini mengenal hukuman mati. "Artinya masyarakat itu mengerti dan setuju terhadap hukuman itu," katanya ).

Tantangan datang dari aktivis Hak Asasi Manusia. Ade Lesmana dari LBH Medan memprotes pelaksanaan hukuman mati terhadap dua terpidana asal Thailand, Namsong Sirilak dan Sealow Prasad. Protes itu didasarkan UU No 12/1995 tentang pemasyarakatan. Berdasar UU itu, fungsi lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan perilaku ke arah lebih baik, bukan membinasakan. Mantan Sekjen Komnas HAM, Asmara Nababan, menganggap hukuman mati sebagai inkonstitusional. Baginya, hukuman mati adalah pelanggaran konstitusi, khususnya pasal 28i. Pasal itu menyebutkan, hak hidup tiap orang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun Pelaksanaan hukuman mati, baginya, menunjukkan inkonsistensi dalam sistem hukum kita ).

    Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara tidak setuju diberlakukan hukuman mati. Ia menilai hukuman mati inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945. "Hak hidup adalah hak konstitusional. Pasal 9 ayat 1 UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak hidup dan meningkatkan taraf hidupnya," tandas Abdul Hakim dalam diskusi "Masih Perlukah Hukuman Mati di Indonesia" di Gedung The Habibie Center, Jl. Kemang, Jakarta, Rabu (1/9/2004). Abdul Hakim juga mengkritisi hukuman mati lebih banyak diberlakukan kepada orang-orang kecil yang tidak bisa membayar lawyer yang kuat. Ditambahkannya, pelaksanaan hukuman mati membutuhkan biaya yang mahal dibandingkan hukuman seumur hidup. "Contohnya di Carolina itu menghabiskan 2,16 juta dolar AS per eksekusi," jelas Garuda ).

Diungkapkan, sejumlah negara seperti Australia telah menghapuskan hukuman mati. Di Filipina, hukuman mati baru boleh diberlakukan bila kejahatan dianggap sangat serius dan ada alasan yang memaksa.

Sekontroversial apapun hukuman mati itu dengan segala pertimbangan dan untung ruginya, serta bagaimanapun bentuk penolakan masyarakat terhadap hukuman mati, toh negara-negara di dunia masih memberlakukan sanksi pidana hukuman mati didalam system hukum pidana mereka. Jepang, Indonesia, bahkan Amerika Serikat sendiri pun masih memberlakukan hukuman mati. Bahkan Indonesia sendiri sudah mengeksekusi sebanyak 34 orang sejak tahun 1978.

Bahkan di beberapa negara seperti di Afrika, hukuman mati boleh dilakukan terhadap mereka yang telah mencoreng nama baik keluarga. Dan tindakan ini dilakukan oleh anggota keluarganya.

Disisi lain, hukuman mati sudah dihapus secara de jure atau de facto oleh 106 negara. Sekitar 30 negara sudah menghapusnya sejak tahun 1990 ).

Belanda sebagai negara yang peraturan hukumnya kita berlakukan di Indonesia. Bahkan sejak berlakunya undang-undang tanggal 17 September 1870 Stb. 162 sudah menghapus hukuman mati tetapi untuk hukum pidana militer jenis pidana ini masih dipertahankan, khusus untuk kejahatan-kejahatan berat yang dilakukan pada masa perang, yaitu dengan dikaitkan pada syarat bahwa hal itu berdasarkan pertimbangan hakim dituntut oleh kepentingan Negara.

Tetapi kemudian berdasarkan amandemen Undang-undang Dasar Belanda yang diberlakukan tanggal 17 Februari 1983 Pasal 114 ditetapkan bahwa pidana mati (oleh hakim) tidak lagi dapat dijatuhkan ).

Terlepas dari segala kontorversi yang telah diuraikan diatas, ada dua hal yang akan dibahas dalam tugas ini, penulis akan berusaha membandingkan sistem pidana mati yang ada di jepang dan tindakan bagaimana untuk mencegah pidana mati


 

  1. Hukuman Mati di dalam Sistem Pidana Jepang

    Sistem hukum pidana Jepang di dalam kitab undang-undang hukum pidananya mengenal pidana mati atas beberapa tindak pidana tertentu. Hukuman mati tersebut berupa hukuman gantung dan sampai saat eksekusi tiba, terpidana tersebut dikurung di penjara.

Tindak pidana yang dikenai hukuman mati di dalam sistem pidana Jepang terdapat pada Buku II Kejahatan (Delik)):

  1. Pasal 77 mengenai pemberontakan :

"Seseorang yang menciptakan suatu kekacauan dengan tujuan untuk menggulingkan Pemerintah, merampas kedaulatan teritorial Negara, atau dengan cara lain menggulingkan Konstitusi Nasional, melakukan pemberontakan dan akan dipidana sesuai dengan perbedaan berikut:

  1. Pemimpin gerombolan akan dipidana dengan pidana mati atau penjara tanpa kerja paksa seumur hidup;
  2. ..."


 

  1. Pasal 81 mengenai Pendorongan Agresi Asing :

"Seseorang yang didalam komplotan dengan suatu negara asing menyebabkan dipergunakannya angkatan bersenjata terhadap Jepang akan di pidana mati"


 

  1. Pasal 82 perihal Membantu musuh :

"Seseorang yang pada waktu suatu negara asing mempergunakan angkatan bersenjata terhadap Jepang memihak kepada negara tersebut dengan mengambil bagian di dalam dinas militer negara tersebut, atau dengan cara lain memberi keuntungan militer kepada negara tersebut, akan dipidana dengan pidana mati atau dengan penjara kerja paksa seumur hidup atau tidak kurang dari dua tahun".


 

  1. Pasal 108 perihal Pembakaran Bangunan yang didiami :

"Seseorang yang menyulut api pada dan membakar bangunan, kereta api, kereta listrik, perahu atau tambang yang sesungguhnya digunakan untuk kediaman manusia atau orang sungguh-sungguh hadir didalamnya, diancam pidana mati atau penjara kerja paksa seumur hidup atau tidak boleh kurang dari 5 tahun"


 

  1. Pasal 119 mengenai tindakan Menghancurkan bangunan dengan genangan air :

"Seseorang yang menyebabkan banjir dan karenanya menghancurkan dengan menggenangi suatu gedung, kereta api, kereta listrik atau tambang yang sesungguhnya digunakan untuk kediaman manusia atau orang yang sungguh-sungguh berada didalamnya, diancam dengan pidana mati atau penjara kerja paksa selama hidup atau tidak kurang dari 3 tahun."


 


 

  1. Pasal 126 mengenai tindakan Menggulingkan kereta api dan sebagainya:

"Seseorang yang menggulingkan atau merusak kereta api atau kereta listrik yang ada orang didalamnya diancam pidana dengan penjara kerja paksa seumur hidup atau tidak kurang dari 3 tahun. Hal yang sama akan diterapkan pada seseorang yang membalikkan atau merusak suatu kapal yang ada didalamnya. Seseorang yang dengan melakukan suatu kejahatan yang ditentukan didalam dua paragraph terdahulu dan menyebabkan kematian orang lain, diancam pidana mati atau dengan penjara kerja paksa seumur hidup".


 

  1. Pasal 146 mengenai tindak Menambahkan bahan beracun pada pipa air :

"Seseorang yang menambahkan bahan beracun atau bahan lain yang merugikan kesehatan manusia kepada air jernih atau kepada sumbernya yang diperuntukkan untuk tujuan diminum manusia dan yang disediakan untuk diminum dengan pipa air, diancam pidana penjara kerja paksa untuk jangka waktu terbatas yang tidak kurang dari 2 tahun. Jika terjadi kematian orang lain karenanya, pelanggar diancam pidana mati atau pidana penjara kerja paksa seumur hidup atau selama tidak kurang dari 5 tahun".


 

  1. Pasal 199 mengenai tindak pidana Pembunuhan :

"Seseorang yang membunuh orang lain diancam pidana mati atau penjara kerja paksa seumur hidup atau tidak kurang dari tiga tahun".


 

  1. Pasal 200 mengenai tindak pidana Pembunuhan orang tua secara vertikal keatas :

"Seseorang yang membunuh orang tuanya sendiri secara vertikal keatas atau orang tua istri/suami secara vertikal keatas diancam pidana mati atau penjara kerja paksa seumur hidup".


 

  1. Pasal 241 mengenai tindakan perkosaan pada waktu perampokan;akibat kematian karenanya :

"Apabila seorang perampok memperkosa seorang perempuan akan dikenakan pidana penjara seumur hidup atau tidak kurang dari 7 tahun, dan apabila mengakibatkan kematiannya akan dikenakan pidana mati atau penjara kerja paksa seumur hidup".


 

Berdasarkan Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Jepang yang berbunyi:)

  1. Pidana mati akan dieksekusi dengan jalan digantung di suatu penjara;
  2. Seseorang yang telah dipidana mati akan dikurung di dalam penjara sampai pidana dieksekusi.


 

    Sehingga apabila dilihat dari beberapa tindak pidana didalam KUHPidana Jepang yang diancam hukuman mati, maka memang tindak pidana yang mengancam kedaulatan negara harus tetap diancam dengan hukuman mati karena dapat menganggu ketertiban dan keamanan negara. Tapi bagaimana dengan pengaturan yang terdapat dalam KUHPidana Indonesia, maka selanjutnya akan dipaparkan mengenai pengaturan hukuman mati di Indonesia.


 

  1. Hukuman Mati di dalam Sistem Pidana Indonesia

    Di Indonesia, hukuman mati hingga kini menjadi topik yang selalu hangat untuk dibicarakan. Selalu ada perdebatan pro kontra mengenai pantas tidaknya atau boleh tidaknya hukuman mati dijatuhkan. Ada perdebatan-perdebatan yang menyebutkan bahwa lebih baik seorang terpidana itu mendapatkan hukuman penjara seumur hidup daripada hukuman mati karena mereka akan lebih mendapatkan balasan atau ganjaran yang setimpal atas perbuatan mereka.         Ditengah perdebatan-perdebatan yang panas dan alot mengenai pantas atau boleh tidaknya hukuman mati dijatuhkan, pemerintah Indonesia tetap mengeksekusi mati beberapa terpidana, yang saat ini sedang marak-maraknya adalah hukuman mati yang dijatuhkan terhadap tindakan yang berhubungan dengan narkoba, yaitu Menyelundupkan, memasok maupun menjual narkoba. Salah satu terpidana kasus narkoba yang telah dieksekusi adalah AYODYA Prasad Chaubey, seorang warga negara India berusia 67 tahun telah dijatuhi hukuman mati karena terbukti melakukan penyelundupan heroin ke Indonesia seberat 12,9 kg.

    Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia juga mengenakan hukuman mati terhadap beberapa tindak pidana atau tindak kejahatan lain, selain terhadap tindakan menyelundupkan, memasok dan menjual narkoba, yang terdapat pada Buku II (Kejahatan) Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut:)

  1. Pada Bab I Tentang Kejahatan terhadap keamanan negara
    1. Pasal 104 :

      "Makar dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden, atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan mereka tidak mampu memerintah.."

    2. Pasal 124 ayat (3) :

      Ke-1. memberitahukan pada musuh, menghabcurkan atau merusak sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat penghubung, gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun angkatan laut, angkatan darat atau bagian daripadanya, merintangi, menghalang-halangi atau mengagalkan usaha untuk menggenangi air atau bangunan tentara lainnya yang direncanakan atau diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang"


       

      Ke-2 Menyebabkan atau mempelancara timbulnya huruhara, pemberontakan atau desersi dikalangan angkatan perang."


       


       


       

    1. Bab III Tentang kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala Negara sahabat serta wakilnya

Pasal 140 ayat (3):

"Jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana serta berakibat maut..."


 

  1. Bab XIX tentang Kejahatan terhadap nyawa

Pasal 340 :

"Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun"


 


 

  1. Bab XXII tentang pencurian

Pasal 365(4) :

"Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan ( pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan, terhdap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau memeprmudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya) mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, ..."


 

  1. Bab XXIX tentang kejahatan pelayaran

Pasal 444 :

"Jika perbuatan kekerasan yang diterangkan dalam pasal 438 (pembajakan dilaut), 439 (pembajakan ditepi laut), 440 (pembajakan di pantai), 441 (pembajakan disungai) mengakibatkan seseorang dikapal yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati, maka nakhoda, panglima atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan kekerasan, diancam dengan pidana mati, atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun."


 

  1. Bab XXIX A. Tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan sarana dan prasarana penerbangan.(UU No. 4 Tahun 1976, LN 1976-26).
    1. Pasal 479k (2):

      "Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana ppidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun."


 

  1. Pasal 479o(2) :

    "Jika perbuatan itu (kekerasan terhadap seseorang didalam pesawat udara dalam penerbangan, merusak pesawat udara dalam dinas dan menyebabkan kerusakan, dan menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara didalam dinas) mengakibatkan matinya seseorang, hancurnya pesaat udara itu, dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana selama-lamanya dua puluh tahun"


     

    Pengaturan pelaksanaan Pidana mati di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:

Pidana mati dijalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.


 

Tetapi terjadi perubahan karena dengan keluarnya peraturan pemerintah tentang pelaksanaan eksekusi terpidana mati yang berbunyi bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati dengan cara ditembak sampai mati oleh tim regu tembak kepolisian.

    Sedangkan dikarenakan adanya pembaharuan hukum pidana di Indonesia, maka sedang disusun mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, sehingga didalam KUHPidana tersebut terjadi beberapa perubahan juga mengenai pidana mati. Sedangkan pengaturan mengenai pidana mati tersebut dalam Rancangan KUHPidana tahun 2004 adalah:)

Paragraf 11

Pidana Mati

Pasal 84

Pidana mati secara alternatif dijatuhkan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.

Pasal 85

  1. Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak.
  2. Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di muka umum.
  3. Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.
  4. Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.


 

Pasal 86

  1. Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun, jika :
    1. Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar;
    2. Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki;
    3. Kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting; dan
    4. Ada alasan yang meringankan.
  2. Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  3. Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.


 

Pasal 87

Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan terpidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun bukan karena terpidana melarikan diri, maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.


 

  1. Perbedaan dan Persamaan Pidana Mati di dalam Sistem Pidana Jepang dan Indonesia.

    1. Perbedaan Pidana Mati di dalam Sistem Pidana Jepang dan Indonesia.

    Perbedaan pengaturan pidana mati di dalam Sistem Pidana Jepang dan Indonesia, yakni:

Pertama, ada beberapa tindak pidana yang diatur dalam hukum Jepang yang diancam pidana mati sedangkan di Indonesia tidak, padahal tindak pidana tersebut mengenai ketertiban umum dan kejahatan di dalam keluarga seperti: Pasal 108 tentang pembakaran bangunan yang didiami, Pasal 119 tentang tindakan menghancurkan bangunan dengan genangan air, serta Pasal 200 tentang tindak pidana pembunuhan orang tua secara vertikal keatas. Tindak pidana tersebut diatas di Indonesia tidak termasuk yang diancam dengan hukuman mati.

Kedua, pelaksanaan eksekusi terpidana mati di dalam KUHPidana Jepang dan di KUHPidana Indonesia terdapat perbedaan, dimana apabila kita lihat seperti apa yang tercantum dalam Pasal 11 KUHPidana Jepang bahwa pelaksanaannya dengan cara terpidana digantung di penjara sedangkan seperti apa yang tercantum Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan eksekusi terpidana mati menyatakan bahwa terpidana mati dieksekusi dengan tembakan oleh regu tembak kepolisian Republik Indonesia.


 

  1. Persamaan Pidana Mati di dalam Sistem Pidana Jepang dan Indonesia.

Persamaan pengaturan pidana mati di dalam Sistem Pidana Jepang dan Indonesia, yakni:

Pertama, Pengaturan Hukuman mati oleh kedua negara ini masih dianut dengan adanya keringanan-keringanan seperti di Jepang bahwa hukuman mati dapat dialternatifkan dengan hukuman seumur hidup atau hukuman kerja paksa seumur hidup, sedangkan di Indonesia dapat dialternatifkan dengan hukuman seumur hidup atau dengan upaya-upaya hukum luar biasa serta pengajuan grasi ke Presiden.

Kedua, beberapa kesamaan terhadap tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati dikedua negara seperti tindak pidana yang mengancam jiwa seseorang dan terhadap kedaulatan negara. Seperti Pasal 77 KUHPidana Jepang mengenai pemberontakan dan Pasal 81 KUHPidana Jepang mengenai Pendorongan Agresi Asing. Sedangkan Pasal 104, Pasal 124 dan Pasal 140 KUHPidana Indonesia mengenai keamanan negara.

  1. Hal-hal yang dapat meringankan pelaksanaan hukuman mati di KUHPidana Jepang dan KUHPidana Indonesia.

    Pelaksanaan hukuman mati di Jepang dan di Indonesia terdapat perbedaan didalam pelaksanaan teknisnya dimana kalau di Jepang dilaksanakan dengan cara digantung sedangkan di Indonesia dengan cara ditembak oleh regu tembak kepolisian Republik Indonesia. Pelaksanaan eksekusi terpidana mati ini dilaksanakan apabila tahap-tahap permohonan keringanan hukuman sudah tidak ada lagi, seperti di Jepang pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati dapat dibatalkan apabila terpidana mati dapat diringankan dengan pidana kerja paksa seumur hidup atau penjara seumur hidup.

    Pelaksanaan eksekusi terpidana mati di Indonesia dapat dibatalkan apabila upaya-upaya hukum luar biasa ditolak dan juga permohonan grasi kepada Presiden juga ditolak, tetapi juga hukuman mati dapat diubah dengan hukuman seumur hidup. Dan di Indonesia tidak mengenal pidana kerja paksa seperti apa yang ada di Jepang.


 

KESIMPULAN

  1. Pengaturan mengenai hukuman mati di Jepang maupun di Indonesia terdapat persamaan dan perbedaan, tetapi pada intinya keduanya negara tetap menganut pemberlakuan hukuman mati diantara pro dan kontra pemberlakuan hukuman mati karena adanya hak asasi manusia.
  2. Biarpun kedua negara tetap memberlakukan hukuman mati didalam sistem pidananya tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk memberikan keringanan hukuman seperti di Jepang apabila terpidana mati menunjukkan kelakuan baik, maka dapat diubah dengan pidana kerja seumur hidup atau penjara seumur hidup.


 

DAFTAR PUSTAKA


 

Andi Hamzah, KUHP Jepang sebagai Perbandingan, Galian Indonesia, Jakarta, 1986.

Jan Remmelink, Hukum Pidana, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rancangan Undang-undang RI tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta, 2004.


 

Perundang-undangan:

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.


 

Artikel:

Donny Gahral Adian, Mengapa Mesti Hukuman Mati?, Selasa, 22 Maret 2005, Kompas.

Niken Widya Yunita, Ketua Komnas HAM: Hukuman Mati Inkonstitusional, 02/09/2004, Last Update: 06/09/2004.Habibie Centre.

  1. Donny Gahral Adian, Mengapa Mesti Hukuman Mati?, Selasa, 22 Maret 2005, Kompas.


 

  1. Niken Widya Yunita, Ketua Komnas HAM: Hukuman Mati Inkonstitusional, 02/09/2004, Last Update: 06/09/2004.Habibie Centre.


 

  1. Op cit
  2. Op cit
  3. Op cit, Kompas
  4. Jan Remmelink, Hukum Pidana, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 459
  5. Andi Hamzah, KUHP Jepang sebagai Perbandingan, Galian Indonesia, Jakarta, 1986, Hal. 95.
  6. Ibid
  7. Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal 43.
  8. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rancangan Undang-undang RI tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta, 2004, hal 25.


     


 

Tidak ada komentar: