Sabtu, 14 Agustus 2010

PROTOKOL UNTUK PENCEGAHAN, PENEKANAN DAN PENGHUKUMAN PERDAGANGAN MANUSIA. KHUSUSNYA PEREMPUAN DAN ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP KEJAHATAN TRANSNASIONAL YANG TERORGANISIR


 

Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

pada tanggal 15 Nopember 2000


 

MUKADIMAH


 

Negara-negara Pihak Protokol ini,


 

Menyatakan bahwa tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhan sebuah pendekatan internasional yang komprehensif di negara asal, negara transit dan negara tujuan yang mencakup langkah-langkah untuk mencegah perdagangan, untuk menghukum para pelaku perdagangan dan untuk melindungi korbankorban perdgangan manusia, termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional,


 

Mempertimbangkan fakta bahwa, meskipun ada berbagai macam instrument internasional yang berisi aturan-aturan dan langkah-langkah praktis untuk memerangi exploitasi manusia, terutama perempuan dan anak-anak, namun tidak ada instrument universal yang menangani semua aspek perdagangan manusia,


 

Memperhatikan bahwa, dalam ketiadaan instrument semacam itu, orang-orang yang rentan terhadap perdagangan tidak akan mendapat perlindungan yang memadai,


 

Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan Penghukuman

Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak


 

Mengingat resolusi Majelis Umum 53/111 tanggal 9 Desember 1998, yang Majelis memutuskan untuk membentuk sebuah komite ad hoc antar pemerintah tanpa batasan dengan tujuan mengelaborasi sebuah konvensi internasional yang komprehensif untuk melawan kejahatan transnasional yang terorganisir dan untuk membahas elaborasi dari, salah satunya, sebuah instrumen internasional yang menangani perdagangan terhadap perempuan dan anak-anak.


 

Meyakini bahwa dengan menambah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir dengan sebuah instrumen internasional untuk pencegahan, penghentian, dan penghukuman perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, akanlah sangat bermanfaat untuk mencegah dan memerangi kejahatan tersebut,

Telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:


 

BAB I.

KETENTUAN UMUM

Pasal 1. Hubungan dengan Konvensi Persrikatan Bangsa-Bansga

terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir

  1. Protokol ini melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir. Hal ini harus diinterpretasikan secara bersamaan dengan Konvensi tersebut.


     

  2. Ketentuan-ketentuan Konvensi haruslah berlaku secara mutatis mutandis terhadap protokol ini kecuali disebutkan sebaliknya dalam dokumen ini.


 

  1. Pelanggaran-pelanggaran sesuai dengan pasal 5 dari Protokol ini harus dianggap sebagai pelanggaranpelanggaran sesuai dengan Konvensi.


     

Pasal 2.

Pernyataann Tujuan

Tujuan-tujuan dari Protokol ini adalah :

  1. Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, dengan menaruh perhatian khusus terhadap perempuan dan anak-anak;
  2. Untuk melindungi dan membantu korban-korban perdagangan manusia, dengan menghormati secara penuh hak asasi mereka;

  3. Untuk pemajuan kerjasama diantara Negara-negara Pihak dalam rangka memenuhi tujuan-tujuan tersebut.

Pasal 3.

Penggunaan Istilah

Untuk tujuan-tujuan dari Protokol ini:

  1. Perdagangan manusia haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau menerima individu-individu, dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan ijin dari seseorang untuk memeiliki kontrol terhadap orang lain, dengan tujuan-tujuan untuk mengeksploitasi. Eksploitasi haruslah mencakup, pada tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang atau bentukbentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ;


     


  2. Persetujuan dari seorang korban perdagangan manusia atas eksploitasi yang disengaja seperti yang tertera dalam sub ayat (a) pasal ini haruslah dianggap batal ketika cara-cara yang tertera dalam subayat (a) digunakan dalam tindak perdagangan atau eksploitasi tersebut;


     

  3. (c) Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai "perdagangan manusia" meskipun jika hal ini tidak melibatkan cara-cara yang tertera dalam sub ayat (a) pasal ini:


 

  1. (d) "Anak-anak" harus berarti semua orang dibawah usia delapan belas tahun.


 


 

Pasal 4.

Wilayah Penerapan


 

Kecuali bila disebutkan lain, Protokol ini haruslah diberlakukan untuk pencegahan, investigasi dan penuntutan hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan pasal 5 Protokol ini, dimana pelanggaran-pelanggaran tersebut bersifat transnasional, dan melibatkan kelompok kejahatan terorganisir, dan harus diterapkan pula untuk perlindungan bagi korban dari pelanggaran-pelanggaran tersebut.


 

Pasal 5.

Kriminalisasi


 

  1. Setiap Negara Pihak harus menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang dianggap perlu untuk menetapkan tindakan-tindakan yang dinyatakan dalam pasal 3 protokol ini sebagai tindakan kriminal, ketika tindakan-tindakan dilakukan dengan sengaja.


     

  2. Setiap Negara Pihak juga harus menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang dianggap perlu untuk menjadikan hal-hal dibawah ini sebagai tindak kriminal:
    1. Tunduk kepada konsep dasar dari sistem hukumnya, percobaan untuk melakukan tindak-tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini;
    2. Terlibat sebagai kaki tangan dalam tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini; dan
    3. Mengorganisir atau menyuruh orangh lain untuk melakukan tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini.


       

BAB II.

PERLINDUNGAN BAGI KORBAN

PERDAGANGAN MANUSIA

Pasal 6.

Bantuan dan perlindungan bagi korban perdagangan manusia


 

  1. Dalam kasus-kasus yang layak dan yang sejauh mana dimungkinkan di bawah hukum nasional, setiap Negara Pihak harus melindungi privasi dan identitas dari korban perdagangan manusia, termasuk salah satunya, degan cara menerapkan proses hukum yang berhubungan dengan perdagangan.


     

  2. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa hukum nasional atau sistem administrasinya memuat langkah-langkah yang memberikan korban perdagangan manusia hal-hal di bawah ini:
    1. Informasi mengenai proses pengadilan dan administratif yang relevan;
    2. Bantuan yang memungkinkan bagi pandangan-pandangan dan kekhawatiran- kekhawatiran mereka untuk bisa tersampaikan dan dipertimbangkan pada tahapan-tahapan yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan kriminal melawan para pelanggar, namun tetap dalam kerangka tidak merugikan hak terdakwa.


       

  3. Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk mengimplementasikan langkah-langkah pemulihan fisik, psikologi dan sosial bagi korban perdagangan manusia, dalam kasus-kasus yang sesuai, bekerjasama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi lain yang relevan dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya, dan terutama dalam ketentuan-ketentuan:
    1. Tempat tinggal yang layak;
    2. Konseling dan informasi, terutama yang terkait dengan hak hukum mereka, dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh korban perdagangan mansusia;
    3. Bantuan medis, psikologi dan material; dan
    4. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan pelatihan-pelatihan.


       

  4. Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan umur, jender, dan kebutuhan-kebutuhan khusus korban perdagangan manusia, terutama kebutuhan-kebutuhan khusus anak-anak, termasuk didalamnya tempat tinggal, pendidikan dan pengasuhan yang layak.


     

  5. Setiap Negara Pihak harus berupaya keras untuk menjamin keselamatan fisik korban perdagangan manusia ketika mereka berada dalam wilayahnya.


 

  1. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa sistem hukum nasionalnya memuat langkah-langkah yang menawarkan korban perdagangan manusia kemungkinan untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diderita.


     

Pasal 7

Status korban perdagangan manusia di Negara-negara penerima


 

  1. Sebagai tambahan atas pengambilan langkah-langkah menurut pasal 6 Protokol ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang layak yang memungkinkan korban perdagangan manusia untuk tetap tinggal di wilayahnya, sementara maupun permanen, dalam kasus-kasus tertentu.


     

  2. Dalam Mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam ayat 1 pasal ini, setiap Negara Pihak harus memberikan pertimbangan yang layak atas faktor-faktor kemanusiaan dan kasih.


 

Pasal 8.

Pemulangan korban perdagangan manusia


 

  1. Negara Pihak dimana seorang korban perdagangan manusia menjadi warga negara atau dimana orang tersebut mendapatkan hak untuk menjadi penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, harus memfasilitasi dan menerima kepulangan orang tersebut tanpa penundaan yang berlebihan dan tidak berlasan, dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut.


     

  2. Ketika sebuah Negara Pihak memulangkan seorang korban perdagangan manusia ke Negara Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya atau mendapat hak sebagai penduduk tetap, disaat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, pemulangan semacam itu haruslah dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut dan status dari tuntutan-tuntutan hukum apapun yang terkait dengan fakta bahwa orang tersebut adalah korban perdagangan manusia dan pemulangan tersebut lebih baik harus bersifat sukarela.


     

  3. Atas permintaan dari Negara Pihak penerima, Negara Pihak yang diminta, tanpa penundaan yang berlebihan atau tidak beralasan, harus memverifikasi apakah orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga negaranya atau mendapatkan hak sebagai penduduk tetap di dalam wilayahnya pada saat orang tersebut memasuki wilayah dari Negara Pihak penerima.


     

  4. Dalam rangka untuk memfasilitasi kepulangan seseorang korban perdagangan manusia yang tidak memiliki dokumen sebagaimana mestinya, seseorang yang merupakan warga negara dari Negara Pihak atau orang tersebut mendapat hak sebagai penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen perjalanan atau otorisasi lainnya yang dianggap perlu, sesuai dengan permintaan Negara Pihak penerima, untuk memungkinkan orang tersebut melakukan perjalanan dan masuk kembali ke dalam wilayahnya.


     


     

  5. Pasal ini tidak boleh merugikan hak korban perdagangan manusia yang mungkin disebabkan oleh hukum nasional Negara Pihak penerima.


     

  6. Pasal ini harus tanpa merugikan kesepakatan bilateral atau multilateral yang berlaku atau ketetapan yang mengatur, secara keseluruhan maupun sebagian, kepulangan korban perdagangan manusia.


 

BAB III.

PENCEGAHAN, KERJASAMA DAN LANGKAH-LANGKAH LAIN

Pasal 9.

Pencegahan Perdagangan


 

1. Negara-negara Pihak harus menetapkan kebijakan-kebijakan, program-program dan langkah-langkah lain yang komprehensif:

  1. Untuk mencegah dan memerangi perdagangan; dan
  2. Untuk melindungi korban perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, dari kemungkinan untuk menjadi korban kembali.


 

2. Negara-negara Pihak harus berupaya keras untuk melaksanakan langkah-langkah lain yang ditetapkan seperti penelitian, informasi dan kampanye media massa dan inisiatif-inisiatif sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memerangi perdagangan.


 

3. Kebijakan-kebijakan, program-program, dan langkah-langkah lain yang ditetapkan sesuai dengan pasal ini haruslah, secara layak, menyertakan kerjasama dengan organisasi-organisasi lembaga swadaya masyarakat sipil lainnya.


 

4. Negara-negara Pihak harus mengambil atau memperkuat langkah-langkah lain, termasuk melalui kerjasama bilateral atau multilateral, untuk menekan faktor-faktor yang menyebabkan orang-orang, terutama perempuan dan anak-anak, menjadi rentan terhadap perdagangan, seperti misalnya kemiskinan, keterbelakangan pembangunan dan kurangnya kesempatan yang setara.


 

5. Negara-negara Pihak harus mengadopsi atau memperkuat langkah-langkah legislatif dan langkahlangkah lainnya, seperti halnya langkah-langkah pendidikan, sosial dan budaya, termasuk melalui dan multilateral, untuk mencegah tuntutan-tuntutan yang bisa menyebabkan terjadinya segala bentuk eksploitasi, dan nantinya bisa mengarah menjadi perdagangan, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.


 

Pasal 10.

Pertukaran informasi dan pelatihan


 

  1. Penegakan hukum, otoritas imigrasi dan pihak berwenang lainnya yang relevan dari Negara-negara Pihak haruslah secara layak bekerjasama satu sama lain dengan cara bertukar informasi, sesuai dengan hukum nasional mereka, untuk memungkinkan mereka menentukan:
    1. Apakah seorang individu yang menyeberangi atau mencoba menyeberangi perbatasan internasional dengan dokumen perjalanan yang sebenarnya adalah milik orang lain ataupun tanpa dokumen perjalanan adalah seorang pelaku atau korban perdagangan manusia;
    2. Jenis-jenis dokumen perjalanan yang digunakan atau dicoba untuk digunakan oleh individu-individu tersebut untuk menyeberangi perbatasan internasional memiliki tujuan perdagangan manusia..
    3. Alat-alat dan metode-metode yang digunakan oleh kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir untuk tujuan perdagangan, termasuk pengerahan dan transportasi korban, rute-rute dan hubungan-hubungan antara dan dalam individu-individu dan kelompok-kelompok yang terlibat dalam perdagangan semacam itu, dan langkah-langkah yang memungkinkan untuk mendeteksi mereka.
  2. Negara-negara Pihak harus menyediakan atau memperkuat pelatihan untuk penegakan hukum, imigrasi dan pejabat-pejabat lain yang relevan dalam pencegahan perdagangan manusia. Pelatihan harus difokuskan pada metode-metode yang digunakan dalam pencegahan perdagangan tersebut, menghukum para pelaku perdagangan dan melindungi hak para korban, termasuk melindungi para korban dari pelaku-pelaku perdagangan manusia. Pelatihan yang diselenggarakan juga harus mempertimbangkan hak manusia dan persoalan-persoalan yang sensitif terhadap anak-anak dan gender dan juga harus mendorong kerjasama dengan organisasi-organisasi lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi lainnya yang relevan dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.


     

  3. Negara Pihak yang menerima informasi harus bertindak sesuai dengan permintaan dari Negara Pihak yang menyampaikan informasi tersebut yang menempatkan pembatasan-pembatasan tempat dalam penggunaanya.


 

Pasal 11.

Aturan-aturan di perbatasan

  1. Tanpa merugikan komitmen internasional dalam hubungannya dengan kebebasan untuk bergerak bagi semua orang. Negara-negara harus memperkuat, sejauh mana dimungkinkan, pengawasan perbatasan yang dianggap perlu untuk mencegah dan mendeteksi perdagangan manusia.


     

  2. Setiap Negara Pihak harus mengadopsi langkah-langkah legislatif atau langkah-langkah lain yang dianggap pantas untuk mencegah, sejauh mana dimungkinkan, alat-alat transportasi yag dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan komersial digunakan untuk tindakan pidana seperti yang ditetapkan sesuai dengan pasal 5 Protokol ini.


     


     

  3. Bila dianggap pantas, dan tanpa merugikan konvensi-konvensi internasional yang berlaku, langkahlangkah tersebut harus mencakup perusahaan-perusahaan transportasi atau pemilik atau operator alat-alat transportasi jenis apapun, untuk memastikan bahwa semua penumpang memiliki dokumen perjalanan yang disyaratkan untuk memasuki negara penerima.


     

  4. Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan hukum nasionalnya, untuk menjatuhkan sanksi-sanksi bagi pelanggaran kewajiban yang tertera dalam ayat 3 pasal ini.


     


     

  5. Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah yang mengijinkan, sesuai dengan hukum nasionalnya, penolakan masuk atau pencabutan visa orang-orang yang terlibat tindak pidana sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan Protokol ini.


     

  6. Tanpa merugikan pasal 27 dari konvensi ini, Negara-negara Pihak harus mempertimbangkan memperkuat kerjasama diantara badan-badan pengawas perbatasan, salah satunya dengan cara menjalin dan menjaga hubungan-hubungan komunikasi langsung.


 

Pasal 12

Keamanan dan pengawasan dokumen


 

Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diangap penting, di dalam alat-alat yang tersedia sebagai berikut;

  1. Memastikan bahwa dokumen perjalanan atau dokumen identitas yang mereka keluarkan memiliki kualitas yang tidak mudah disalahgunakan dan tidak dengan mudah dipalsukan atau secara tidak sah dirubah, digandakan atau dikeluarkan lagi; dan
  2. Memastikan integritas dan keamanan dokumen perjalanan ataupun dokumen identitas yang dikeluarkan oleh atau atas nama Negara Pihak dan untuk mencegah pembuatan, pengeluaran dan penggunaan yang tidak sah secara hukum.


 

Pasal 13.

Legitimasi dan keabsahan dokumen


 

Berdasarkan permintaan Negara Pihak yang lain, sebuah Negara Pihak, sesuai dengan hukum nasionalnya, haruslah menjelaskan legitimasi dalam jangka waktu yang sesuai dan keabsahan dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan atau yang dinyatakan, telah dikeluarkan olehnya dan diduga digunakan untuk tindak perdagangan manusia.


 

BAB IV.

KETENTUAN-KETENTUAN AKHIR

Pasal 14.

Klausa-klausa pengamanan


 

  1. Tidak satupun dalam Protokol ini yang mempengaruhi hak-hak, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab Negara dan individu berdasarkan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi inetrnasional dan, terutama, apabila berlaku, Konvensi 1951 dan Ptotokol 1967 yang terkait dengan Statuts Pengungsi dan prinsip tidak memperbolehkan repatriasi atau dikembalikan ke tempat asal (Non-Refoulement sebagaimana disebutkan dalam konvensi dan protocol tersebut).


     

  2. Langkah-langkah yang tertera dalam Protokol ini harus diinterpretasikan dan dilaksanakan di dalam sebuah cara yang tidak mendiskriminasikan siapapun dengan dasar bahwa mereka adalah korban perdagangan mausia. Interpretasi dan pelaksanaan langkah-langkah tersebut haruslah konsisten dengan prinsip-prinsip yang diakui secara internasional.


     

Pasal 15.

Penyelesaian Sengketa


 

  1. Negara-negara Pihak harus berupaya dengan keras untuk menyelesaikan sengketa yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan Protokol ini melalui negoisasi.


     

  2. Sengketa apapun yang terjadi di antara dua Negara Pihak atau lebih yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan Protokol ini yang tidak bisa diselesaikan melalui negoisasi dalam waktu tertentu, berdasarkan permohonan salah satu dari Negara Pihak yang bersengketa, dapat diajukan kepada arbitrase. Jika, dalam waktu enam bulan setelah tanggal permohonan arbitrase, Negara-negara Pihak yang berselisih tidak dapat mencapai kesepakatan atas arbitrase tersbut, maka salah satu dari Negara Pihak yang berselisih tersebut dapat menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional dengan permohonan yang sesuai dengan Statuta Mahkamah Internasional.


     

  3. Setiap Negara Pihak, pada saat penandatanganan, ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, aksesi atas Protokol ini, dapat menyatakan bahwa dirinya tidak mau terikat dengan ayat 2 pasal ini. Negaranegara Pihak yang lain tidak terikat dengan ayat 2 pasal ini bila berkaitan dengan Negara Pihak yang mengajukan pensyaratan ini.


     

  4. Negara Pihak yang telah mengajukan pensyaratan sesuai dengan ayat 3 pasal ini boleh setiap saat mencabut pensyaratan tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


 

Pasal 16.

Tandatangan, pengesahan, penerimaan, persetujuan dan aksesi


 

  1. Protokol ini terbuka bagi semua Negara untuk menandatangani dari tanggal 12 sampai 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, dan setelah masa itu bisa dilakukan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York sampai batas waktu 12 desember 2002.


     

  2. Protokol ini juga terbuka bagi penandatanganan oleh organisasi-organisasi regional yang bersatu dalam hal ekonomi, apabila setidaknya satu dari anggotanya telah menandatangani Protokol ini sesuai dengan ayat 1 pasal ini.


     

  3. Protokol ini dapat diratifikasi, penerimaan atau persetujuan, instrumen-instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan harus disimpan pada Sekretaris Jenderal perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu organisasi integrasi ekonomi regional boleh menyerahkan naskah pengesahan, penerimaan atau persetujuannya jika paling tidak salah satu Negara anggotanya telah melakukan hal yang sama. Dalam naskah pengesahan, penerimaan atau persetujuannya, organisasi tersebut harus mendeklarasikan tingkat kompetensinya sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam protokol ini. Organisasi macam ini juga harus menginformasikan penyerahan modifikasi-modifikasi apapun yang relevan terkait dengan kompetensinya.


     

  4. Protokol ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional manapun, yang paling tidak salah satu dari Negara anggotanya adalah Pihak dari Protokol ini. Instrumeninstrumen aksesi ini harus disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada saat aksesi ini disampaikan, sebuah organisasi integrasi ekonomi regional harus mendeklarasikan tingkat kompetensinya yang sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam Protokol ini. Organisasi semacam ini juga harus menginformasikan penyerahan modifikasi apapun yang relevan terkait dengan kompetensinya.


 

Pasal 17.

Pemberlakuan


 

  1. Protokol ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh setelah tanggal penyerahan naskah ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi yang keempat puluh, kecuali bahwa Protokol ini tidak boleh berlaku sebelum Konvensi berlaku. Untuk tujuan dari ayat ini, instrumen yang disetorkan oleh sebuah organisasi integrasi ekonomi regional tidak boleh dihitung sebagai tambahan dari yang telah diserahkan oleh Negara anggota organisasi tersebut.


     

  2. Untuk setiap Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau mengaksesi Protokol ini setelah penyerahan instrumen keempat puluh dari tindakan semacam itu, Protokol ini harus mulai diberlakukan pada hari ketiga puluh setelah tanggal penyerahan naskah yang relevan oleh Negara atau organisasi semacam itu atau pada saat Protokol ini diberlakukan menurut aturan dari ayat 1 pasal ini, atau manapun yang belakangan.


 

Pasal 18.

Amandemen


 

  1. Setelah berakhirnya lima tahun masa berlakunya Protokol ini, sebuah Negara Pihak Protokol ini boleh mengusulkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang segera setelah pengkomunikasian usulan amandemen kepada Negara-negara Pihak dan kepada Konferensi Pihak-Pihak dari Konvensi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan dari proposal yang diajukan. Negara-negara Pihak Protokol ini yang bertemu di konferensi Pihak-Pihak harus melakukan semua upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan namun tidak bisa mencapai kesepakatan, sebagai jalan terakhir, amandemen tersebut dapat, sebagai jalan terakhir, meminta penetapannya dengan pemungutan suara mayoritas dua-pertiga dari negara pihak dari Protokol yang hadir dan terlibat pengambilan suara dalam konferensi Pihak-Pihak tersebut.


     

  2. Organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional, dalam hal-hal di wilayah kompetensinya, boleh menjalankan hak mereka untuk memilih dibawah pasal ini dengan jumlah suara yang setara dengan jumlah Negara anggota mereka yang menjadi Pihak dari Protokol ini. Organisasi-organisasi semacam ini tidak bias mendapatkan hak suara jika Negara anggota mereka sudah menjalankan haknya dan demikian pula sebaliknya.


     

  3. Suatu amandemen yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini menjadi subyek ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara Pihak.


     

  4. Suatu amandemen yang diterapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini harus mulai diberlakukan oleh sebuah Negara Pihak dalam masa sembilan puluh hari setelah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa


     

  5. Suatu amandemen mulai diberlakukan, memiliki kekuatan mengikat terhadap semua Negara-negara Pihak yang menyatakan kesepakatan mereka untuk menjalankannya. Negara-negara Pihak lainnya masih harus terikat ketentuan-ketentuan Protokol ini atau amandemen-amandemen yang dilakukan sebelumnya yang sudah mereka ratifikasi, terima atau setujui.


 

Pasal 19.

Penarikan diri


 

  1. Suatu Negara Pihak boleh menarik diri dari Protokol ini dengan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penarikan diri ini akan menjadi efektif setelah salah satu tahun dari tanggal penerimaan surat pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal.


     

  2. Organisasi integrasi ekonomi regional harus berhenti menjadi Pihak Protokol ini bila semua Negara anggotanya menarik diri mereka atas Protokol ini.


 

Pasal 20.

Penyimpanan dan bahasa


 

  1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ditugaskan untuk melakukan penyimpanan Protokol ini.


     

  2. Naskah asli dari Protokol ini terdapat dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol yang mempunyai keaslian yang sama dan disimpan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.


     


     

Dengan kesaksian ini, para penandatangan, yang diberi wewenang dengan semestinya untuk menghormati Pemerintah, telah menandatangani Protokol ini.


 

Keterangan : Protokol ini sering disebut denan PROTOKOL PALERMO dan diberlakukan pada tanggal 25 Desember 2003.


 

Sumber dari : Institute for Criminal Justice Reform

Tidak ada komentar: