PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Oleh : Wasis Priyanto, SH, MH
Ditulis pada saat Bertugas di Pengadilan Negeri Sengeti
Kab Muaro Jambi
Pengertian Perdagangan Orang
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa yang dimaksud dengan
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pengertian perdagangan orang dalam undang-undang no 21 tahun 2007 ternyata ada kemiripan dengan definisi dari Protokol Palermo. Protokol Palermo adalah Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya pada Wanita dan Anak-Anak, Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Nopember 2000 dan mulai di diberlakukan pada tanggal 25 Desember 2003.
Tujuan-tujuan dari Protokol Palermo sebagaimana dalam pasal 2 adalah sebagai berikut :
Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, dengan menaruh perhatian khusus terhadap perempuan dan anak-anak;
- Untuk melindungi dan membantu korban-korban perdagangan manusia, dengan menghormati secara penuh hak asasi mereka;
- Untuk pemajuan kerjasama diantara Negara-negara Pihak dalam rangka emenuhi tujuan-tujuan tersebut.
Pasal 3 (ayat a) Prorokol Palermo, mendefinisikan Perdagangan manusia" haruslah berarti "perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau menerima individu-individu, dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan ijin dari seseorang untuk memeiliki kontrol terhadap orang lain, dengan tujuan-tujuan untuk mengeksploitasi. Eksploitasi haruslah mencakup, pada tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ;"
Dari pengertian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tersebut dapat diperoleh beberapa unsur mengenai tindak Pidana Perdangangan Orang yaitu sebagai berikut :
Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang;
Perbuatan-perbuatan sebagaimana tersebut diatas, UU secara jelas telah memberikan maksud dari perbutaan itu, yaitu diantaranya :
Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya. (vide pasal 1 angka 9 UU no 21 Tahun 2007)
Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain.
(vide pasal 1 angka 10 UU no 21 Tahun 2007)
Dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut;
Perbuatan-perbuatan sebagaimana tersebut diatas, UU secara jelas telah memberikan maksud dari perbutaan itu, yaitu diantaranya :
Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. (vide pasal 1 angka 11 UU no 21 Tahun 2007)
Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. (vide pasal 1 angka 12 UU no 21 Tahun 2007)
Penjeratan Utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang. (vide pasal 1 angka 15 UU no 21 Tahun 2007)
Baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara;
Bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan tindak pidana trans nasional yang berarti sudah meliputi wilayah antar negara.
untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi;
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. (vide pasal 1 angka 7 UU no 21 Tahun 2007)
Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan. (vide pasal 1 angka 8 UU no 21 Tahun 2007)
Subyek Hukum Tindak Pidana perdagangan Orang :
Dalam kententuan pidannya yang diancap dalam tindak pidana menggunakan kata setiap orang, UU no 21 tahun 2007 sendiri sudah menjelsakan yang dimaksud Setiap
Orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang (vide pasal 1 angka 4). Dari ketentuan pasal tersebut yang menjadi subyek hukum ada dua yaitu :
Orang perseorangan
Korporasi
Yang dimaksud Korporasi dalam undang-undang ini adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. . (vide pasal 1 angka 6 UU no 21 Tahun 2007)
Pengelompokan Tindak pidana Perdangan Orang.
Dalam UU no 21 tahun 2007 ada tindak pidana yang dikelompokan menjadi 2 hal yaitu :
Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu mulai Pasal 2 s/d pasal 9;
Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu mulai pasal 19 s/d pasal 24;
Berkaitan dengan tindak pidana tersebut, lebih lengkapnya sebagaimana tersebut dibawah ini :
Pasal 2
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka
pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 3
Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 4
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 7
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat,
penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan,
atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Pasal 8
(1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana di maksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
Pasal 9
Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 10
Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Bandingkan dengan tindak pidana biasa, Dalam KUHP Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. sanksi maksimum pidana yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3. Tetapi dalam tindak pidana perdagangan orang sanskinya disamakan dengan pelaku delik sempurna atau selesai.
Pasal 11
Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal 12
Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban
tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang
untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
Pasal 13
(1) Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
(2) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Pasal 14
Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.
Pasal 15
(1) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha;
b. perampasan kekayaan hasil tindak pidana;
c. pencabutan status badan hukum;
d. pemecatan pengurus; dan/atau
e. pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama.
Pasal 16
Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 17
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pasal 19
Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).
Pasal 20
Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00
(delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 22
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 23
Setiap orang yang membantu pelarian pelaku tindak pidana perdagangan orang dari proses peradilan pidana dengan:
a. memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku;
b. menyediakan tempat tinggal bagi pelaku;
c. menyembunyikan pelaku; atau
d. menyembunyikan informasi keberadaan pelaku,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 24
Setiap orang yang memberitahukan identitas saksi atau korban padahal kepadanya telah diberitahukan, bahwa identitas saksi atau korban tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).
Pasal 25
Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda, maka terpidana dapat dijatuhi pidana pengganti kurungan paling lama 1 (satu) tahun.
Bandingkan dengan ketentuan hukuman denda diatur dalam pasal 30 ayat (2) dan (3) KUHP, yang pada prinsipnya menentukan jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan. dan lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.
Proses Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang.
Pelaku tindak pidana perdagangan orang kehilangan hak tagihnya atas utang atau perjanjian lainnya terhadap korban, jika utang atau perjanjian lainnya tersebut digunakan untuk mengeksploitasi korban.
Korban yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana
Dalam perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang, untuk menjerat pelakunya, selain alat bukti yang ditentukan dalam KUHAP ada alat bukti lain yang dapat dipergunakan untuk membuktikan perbuatan pelaku, yaitu:
Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Tidak memerlukan banyak saksi dalam perkara Perdagangan Orang, karena Keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya.
Penyidik diberi kewenangan untuk menyadap telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana perdagangan orang. Tindakan penyadapan hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Penyidik, Penuntut Umum, atau hakim
berwenang memerintahkan kepada penyedia jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Pelapor mempunyai hak untuk dirahasiakan nama dan alamatnya atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
Jika pelapor meminta dirahasiakan nama dan alamatnya atau hal-hal lain, kewajiban merahasiakan identitas tersebut diberitahukan kepada saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana perdagangan orang sebelum pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang yang melakukan pemeriksaan.
Jika saksi dan/atau korban tidak dapat dihadirkan dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, keterangan saksi dapat diberikan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual.
Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang. (vide pasal 1 angka 3 UU no 21 Tahun 2007)
Hak-hak Saksi/korban dalam perkara tindak pidana Perdagangan orang yaitu :
Saksi dan/atau korban berhak didampingi oleh advokat dan/atau pendamping lainnya yang dibutuhkan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan,. Biasanya yang didampingi Penasihat Hukum itu adalah Terdakwa,
Korban berhak mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya sejak proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan sidang pengadilan,
Informasi itu tentang perkembangan kasus dapat berupa pemberian salinan berita acara setiap tahap pemeriksaan.
Saksi dan/atau korban berhak meminta kepada hakim ketua sidang untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
Dalam hal saksi dan/atau korban akan memberikan keterangan tanpa kehadiran terdakwa, hakim ketua sidang memerintahkan terdakwa untuk keluar ruang sidang.
Walaupun Terdakwa tidak dalam ruang persidangan, namun semua keterangan yang diberikan saksi dan/atau korban pada waktu terdakwa berada di luar ruang sidang pengadilan tetap diberitahukan kepada terdakwa, baru Pemeriksaan terdakwa dapat dilanjutkan
Saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang berhak memperoleh kerahasiaan identitas.
Hak
memperoleh kerahasiaan identitas diberikan juga kepada keluarga saksi dan/atau korban sampai dengan derajat kedua, apabila keluarga saksi dan/atau korban mendapat ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan saksi dan/atau korban.
Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.
Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Restitusi tersebut berupa ganti kerugian atas:
kehilangan kekayaan atau penghasilan;
penderitaan;
biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau
kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.
Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang dan dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama. Pemberian restitusi dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus. Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan.
Pelaksanaan pemberian restitusi dilaporkan kepada ketua pengadilan yang memutuskan perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi tersebut dan ketua pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut di
papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan dan Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi disampaikan oleh pengadilan kepada korban atau ahli warisnya.
Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu, korban atau ahli warisnya memberitahukan hal tersebut kepada pengadilan, dan Pengadilan memberikan surat peringatan secara tertulis kepada pemberi restitusi, untuk segera memenuhi kewajiban memberikan restitusi kepada korban atau ahli warisnya.
Jika surat peringatan tidak dilaksanakan dalam waktu 14 (empat belas) hari, pengadilan memerintahkan penuntut umum untuk menyita harta kekayaan terpidana dan melelang harta tersebut untuk pembayaran restitusi. Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun.
Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.
Yang dimaksud Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Hak-hak tersebut diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Permohonan diajukan
kepada pemerintah melalui menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah.
Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi wajib memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diajukan permohonan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma..
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.
Yang dimaksud Anak dalam undang-undang ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. vide pasal 1 angka 5 UU no 21 Tahun 2007)
Pemeriksaan Di persidangan Terhadap perkara Tindak pidana Perdagangan Orang, yaitu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Pemeriksaan saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam sidang tertutup. Pemeriksaan saksi dan/atau korban anak wajib didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya.
Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.
Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang pengadilan dengan perekaman tetapi dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
Pemeriksaan in Absentia.
Apabila Terdakwa telah dipanggil secara sah dan patutdan Terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadiran terdakwa.
Jika terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai alat bukti yang diberikan dengan kehadiran terdakwa.
Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada keluarga atau kuasanya.
Perlindungan Saksi Dan Korban
Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang tindak pidana perdagangan orang;
Untuk melindungi saksi dan/atau korban, di setiap provinsi dan kabupaten/kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus pada kantor kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan ruang pelayanan khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan/atau korban diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi saksi atau korban tindak pidana perdagangan orang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Korban yang mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya akibat tindak pidana perdagangan orang sehingga memerlukan pertolongan segera, maka menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling lambat 7 (tujuh) hari setelah permohonan diajukan.
Korban yang berada di luar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka Pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara.
Jika korban adalah warga negara asing yang berada di Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia.
Pemberian perlindungan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum internasional, atau kebiasaan internasional.
Dengan berlakunya UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang berlaku, maka Pasal 297 dan Pasal 324 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.