Kamis, 26 November 2009

FUNGSI FILSAFAT HUKUM


RESCOE POUND dalam An Introduction to the Philosophy of Law, 3 rd. printing 1961, Bab I : The Function of Legal Philosophy, pp. 1-4.

Selama dua puluh empat ratus tahun, sejak ahli-ahli piker Yunani dari abad kelima SM, yang menanyakan apakah hak itu merupakan hak karena diberikan alam atau oleh karena didasarkan kepada perundang-undangan dan konvensi, hingga Filsuf-filsuf sosial dewasa ini, yang mencari tujuan, dasar, etis prinsip-prinsip yang abadi mencari dari pengawasan masyarakat (social control). Filsafat Hukum telah memainkan peranan penting dalam semua studi mengenai lembaga-lembaga manusia.
Betapa mendalamnya pengaruh kekuasaan pemikiran zaman yang lalu dalam bidang filsafat hukum terhadap administrasi pengadilan dewasa ini dapat dibuktikan dengan hal-hal sebagai berikut : perjuangan terus menerus dari hukum administrasi Amerika terhadap rumusan-rumusan konstitusioal dari abad ke-19 berdasarkan klasifikasi kekuasaan pemerintah yang bersegi tiga sebagai yang diajarkan Aritoteles; Tembok berupa hak-hak asasi terhadap mana percobaan-percobaan untuk mengakhiri perang sipil dalam pertikaian-pertikaian industrial untuk waktu yang lama selalu terbentur; anggapan tentang adanya suatu super Undang-Undang Dasar yang secara logis dapat disalurkan, darimana Undang-Undang Dasar tertulis yang ada hanyalah dianggap suatu refleksi yang samar-samar dan tidak sempurna yang merupakan suatu hambatan bagi perundang-undangan sosial dalam abad ke-19 dan ke-10 tahun pertama dari abad dewasa ini.
Sebenarnya kegiatan sehari-hari dari badan-badan Pengadilan telah sepenuhnya dipengaruhi oleh gagasan-gagasan filsafat yang abstrak dari abad ke-19, ketika para sarjana hukum menganggap rendah filsafat dan ketika para sarjana hukum aliran analitis yakni bahwa mereka telah mendirikan suatu ilmu pengetahuan hukum yang berdikari, yang tidak memerlukan suatu peralatan yang sifatnya filosofis.
Dalam semua tahapan yang secara umum dapat dilukiskan sebagai perkembangan hukum, filsafat telah merupakan abdi yang berguna. Tetapi dalam beberapa hal filsafat itu telah merupakan abdi yang merajalela dan dihampir semua tahapan merupakan seorang majikan.
Filsafat telah digunakan untuk menghancurkan kekuasaan dari tradisi yang usang; untuk mematahkan kaidah-kaidah yang secara keras dipaksakan dan yang tidak memperkenankan adanya perubahan kearah penggunaan secara baru yang telah sangat mengubah akibat yang praktisnya; Untuk memasukkan unsur-unsur baru kedalam hukum dari luar dan membentuk kumpulan-kumpulan hukum baru dari bahan-bahan baru ini; untuk mengorganisasi dan mengsistematisasi bahan-bahan hukum yang ada dan untuk memperkuat kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga yang telah ada ketika masa-masa pertumbuhan disusul oleh masa kemantapan dan masa yang sifatnya hanya berupa pembangunan secara formal.
Demikianlah hasil-hasil filsafat yang nyata. Tetapi sementara itu tujuan yang dikandungnya bersifat ambisius. Ia telah mencoba untuk memberikan kita suatu gambaran yang lengkap dan pasti tentang pengawasan sosial. Ia telah mencoba untuk menetapkan suatu pedoman moral, juridis dan politis untuk segala masa. Ia telah mengandung keyakinan bahwa ia dapat menemukan kenyataan hukum yang abadi yang telah berubah dalam mana kita bersemayaman dan yang memungkinkan kepada kita untuk mendirikan suatu hukum yang sempurna, yang dapat mengatur hubungan-hubungan manusia untuk selama-lamanya secara pasti dan bebas dari suatu keinginan dari arah perubahan.
Tidak pada tempatnya apabila kita mengejek tujuan yang ambisius dan keyakinan yang luhur ini. Semua itu malahan telah merupakan faktor-faktor dalam daya filsafat hukum untuk melaksanakan hal-hal yang sifatnya kurang ambisius yang secara keseluruhan merupakan tulang punggung dari hasil-hasil dalam bidang hukum. Sebabnya ialah oleh karena usaha ke arah rencana yang lebih luas itu telah membawa filsafat hukum secara incidental melakukan hal-hal yang dengan segera dan praktis dapat digunakan, dan apa yang dilakukan seolah-olah secara tetap belakangan itu, telah memberikan nilai yang abadi kepada apa yang semula hanya dianggap sebagai hasil tambahan saja dari penyelidikan filosofis.
Dua macam kebutuhan telah menentukan pemikiran secara filosofis tentang hukum. Pada satu pihak, kebutuhan masyarakat yang besar akan keamanan umum, yang sebagai suatu kebutuhan akan adanya perdamaian dan ketertiban telah mendiktekan asal-usul dari hukum, telah mendorong manusia untuk mencari suatu dasar yang pasti berupa suatu aturan tertentu mengenai tindakan manusia yang dapat membendung tindakan sewenang-wenang baik dari hakim maupun individu, untuk akhirnya dapat mendirikan suatu susunan masyarakat yang teguh dan mantap. Pada lain pihak tekanan dari kepentingan masyarakat yang tidak begitu mendesak, dan kebutuhan untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan-kebutuhan di bidang keamanan umum dan untuk secara tak henti-henti membuat kompromi-kompromi baru karena terjadi perubahan terus menerus dalam masyarakat telah selalu mengharuskan dilakukannya penyesuaian-penyesuaian, setidak-tidaknya mengenai rincian-rincian dari susunan masyarakat.
Selalu dirasakan keperluannya untuk merombak kaidah-kaidah hukum dan untuk memperlengkapi lagi agar sesuai dengan keadaan-keadaan yang tidak diduga-duga. Dan semua itu telah membawa manusia untuk mencari prinsip-prinsip pertumbuhan hukum agar dapat lolos dari kaidah-kaidah memaksa yang mereka takuti atau tidak mengetahui bagaimana cara menolaknya oleh karena mereka tidak dapat menggunakan lagi keuntungannya.
Akan tetapi prinsip-prinsip mengenai perubahan dan pertumbuhan ini mungkin sekali sifatnya berlawanan dengan keamanan umum dan oleh karena itu dianggap penting sekali untuk menyesuaikan atau mempersatukannya dengan gagasan tentang dasar yang pasti bagi susunan hukum.
Demikianlah para filsuf telah mencoba untuk menyusun teori-teori tentang hukum dan teori-teori tentang pembuatan hukum dan telah berusaha untuk mempersatukannya dengan menggunakan gagasan yang dapat memecahkan pokok persoalannya, seimbang dengan tugas untuk menghasilkan suatu hukum yang sempurna yang dapat berdiri terus-menurus untuk selama-lamanya. Sejak saat pada waktu para pembentuk undang-undang melepaskan percobaan untuk mempertahankan keamanan umum, karena keyakinan bahwa kumpulan-kumpulan khusus dari hukum manusia telah diperintahkan oleh kekuasaan Illahi atau diwahyukan oleh kekuasaan Illahi atau diberi sanksi oleh kekuasaan Illahi, mereka telah bergelimang dengan masalah untuk membuktikan kepada manusia bahwa hukum itu adalah sesuatu yang pasti dan tentu. Bahwa kekuasaannya tidak dapat dipersoalkan lagi, meskipun pada saat yang bersamaan mungkin baginya untuk mengadakan penyesuaian secara tetap dan sekali-kali untuk mengadakan perubahan-perubahan yang radikal karena adanya tekanan dari keinginan-keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan selalu berubah.
Para filsuf telah menanggulangi masalah ini dengan menggunakan bahan-bahan dari system-sistem hukum yang ada menurut waktu dan tempat atau dengan menggunakan bahan-bahan hukum dari jaman yang lalu yang telah digunakan sebagai dasar oleh generasinya.
Oleh karena itu apabila dipandang dari dekat, maka filsafat-filsafat hukum itu telah merupakan percobaan-percobaan untuk memberikan suatu pertanggungjawaban yang rasional tentang hukum dari waktu dan tempat tertentu, atau percobaan-percobaan untuk merumuskan suatu teori hukum tentang susunan hukum untuk menemui kebutuhan-kebutuhan dan masa tertentu dari pertumbuhan hukum atau percobaan-percobaan untuk menyatakan hasil-hasil dari kedua percobaan di atas ini secara universal dan untuk menjadikannya serba cukup bagi hukum dimanapun dan untuk segala masa.
Ahli-ahli sejarah dari filsafat hukum telah memusatkan pandangannya tentang pada percobaan yang ketiga. Tetapi hal itu merupakan bagian yang paling kurang harganya dari filsafat hukum. Apabila kita memandang filsafat-filsafat dari masa yang lalu dengan pandangan terhadap hukum dari waktu dan tempat tertentu dan kebutuhan-kebutuhan dalam tahapan pertumbuhan dalam waktu mana isi dirumuskannya, maka kita akan dapat menerimanya dengan lebih adil dan sepanjang hukum dari waktu dan tempat atau tahapan pertumbuhan hukum itu menyamai atau berbeda dari keadaan dewasa ini, menggunakannya untuk tujuan-tujuan masa sekarang.

Sumber Pustaka :
Bunga Rampai Filsafat Hukum, Karangan S. Tarif, S.H., Penerbit Abardin, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar